Sejarah Bencana di Maluku dan Upaya Bangun Ketangguhan
Pemerintah negeri juga telah menetapkan lokasi kumpul yang aman dan mudah dijangkau, serta memasang rambu-rambu evakuasi untuk memudahkan warga melakukan evakuasi secara mandiri saat terjadi gempa.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku, Hendri M. Far-Far, menyatakan BPBD mendukung penggunaan budaya lokal untuk membangun kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat menghadapi bencana.
Di daerah atau kampung tertentu, BPBD menyosialiasikan penggunaan “toleng-toleng” atau kentongan sebagai alarm untuk peringatan dini gempa dan tsunami.
“Penggunaan ‘toleng-toleng’ sebagai alarm atau peringatan dini sudah disosialisasikan secara masif. Di banyak daerah, warga juga menggunakan tiang listrik atau lonceng gereja dan beduk masjid sebagai alarm saat terjadi bencana,” kata Hendri.
Di samping itu, BPBD mendorong pembentukan Desa Tangguh Bencana (Destana) di 11 kabupaten kota di Maluku. Namun, saat ini baru tiga Destana yang terbentuk di Maluku.
Hendri menyebut, keterbatasan anggaran menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan upaya mitigasi bencana selain keterpaduan langkah dan gerak para pemangku kepentingan, terkait kebencanaan di 11 kabupaten/kota.
Karena itu, BPBD Maluku mendorong pemerintah desa memanfaatkan Dana Desa untuk membangun infrastruktur pendukung upaya penanganan bencana seperti jalur dan rambu evakuasi.
“Kita terus dorong agar menggunakan dana desa membangun infrastruktur tanggap bencana. Misalnya, pembuatan rambu-rambu evakuasi, memperbanyak jalur evakuasi maupun lokasi titik kumpul yang aman,” katanya.
Dengan infrastruktur pendukung penanganan bencana yang memadai dan kesiapsiagaan warga menghadapi bencana, harapannya kerusakan dan korban akibat bencana bisa ditekan seminimal mungkin di wilayah Provinsi Maluku. (Ant)