Seorang Anak yang tak Mau Jadi Benalu
CERPEN MUHAMMAD SYUKRY
Beberapa bulan terakhir, aku sering pulang dengan hasil mengemis yang tidak membuat Ibu senang. Akibatnya, aku semakin sering tak mendapat jatah makan malam dan semakin sering tidur di lantai kontrakan.
Untungnya, hukuman itu tak pernah berlangsung lama. Hanya satu malam. Keesokan harinya Ibu akan kembali memberiku makanan. Bahkan dua kali lebih banyak dari biasanya.
“Kau tahu kenapa ibu menghukummu, kan?” Begitu Ibu akan bertanya selagi aku makan dengan lahap.
“Untuk menguatkanku agar tumbuh menjadi anak yang pantang menyerah dan terus giat bekerja,” jawabku, mengutip perkataan Ibu saat pertama kali menghukumku.
Mendengar jawaban itu, Ibu akan tersenyum lalu mengusap kepalaku.
***
Karena hasil mengemis yang semakin sering tak menyenangkan, sebulan belakangan kuputuskan untuk menambah satu pekerjaan lagi, yakni memulung. Pagi sampai sore mengemis, lepas Magrib sampai pukul sembilan malam memulung.
Perlahan namun pasti, penghasilanku kembali naik dan Ibu kembali senang.
Selain untuk membuat Ibu senang, sebenarnya ada satu alasan lagi kenapa sebulan lalu aku memutuskan untuk menambah pekerjaan sebagai pemulung.
Sebulan lalu, Ibu menjelaskan kepadaku bahwa tabungan kami sudah hampir cukup untuk ongkos pulang kampung. Itu berarti, kata Ibu, sebentar lagi kau akan bertemu dengan kakek dan nenek.
Aku terpaku. Sembilan tahun umurku, belum pernah sekali pun aku bertemu kakek dan nenek. Selama bertahun-tahun mereka hanya hidup dalam khayalanku.
Jadi, bisalah kalian bayangkan betapa senangnya aku ketika tahu bahwa akhirnya aku akan benar-benar bertemu mereka. Itulah kenapa sebulan lalu aku begitu bersemangat menambah pekerjaan sebagai pemulung.
***
Hari ini aku pulang cepat. Hujan deras dan angin ribut memaksaku untuk tak memulung. Untunglah, meski tak ada tambahan dari memulung, penghasilan hari ini sudah lebih banyak dari hari kemarin, jadi aku tak perlu khawatir akan dimarahi Ibu.