ASEAN Berharap Myanmar Mampu Pulihkan Demokrasi
JAKARTA – Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) ingin memberi ruang bagi Myanmar untuk memulihkan demokrasinya, kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi tentang alasan tidak mengundang pemimpin junta Myanmar dalam KTT ASEAN mendatang.
Keputusan untuk tidak mengikutsertakan pemimpin junta Myanmar dalam KTT ASEAN pada 26-28 Oktober 2021, kata dia, juga didasarkan pada penghormatan terhadap prinsip non-intervensi dan prinsip lain dalam Piagam ASEAN seperti demokrasi, pemerintahan yang baik, penghormatan HAM, dan pemerintahan yang konstitusional.
“Guna memberikan ruang bagi Myanmar untuk mengembalikan demokrasi melalui proses politik yang inklusif, maka untuk KTT ASEAN mendatang, ASEAN hanya akan mengundang wakil (Myanmar) pada level non-politis,” ujar Menlu Retno ketika menyampaikan pernyataan pers bersama dengan Menlu Malaysia Saifuddin Abdullah secara virtual pada Senin.
Dalam pertemuan bilateral yang dilakukan kedua menlu, Indonesia dan Malaysia berbagi pandangan yang sama bahwa junta Myanmar tidak menjalankan komitmennya terhadap proses perdamaian di negara itu.
Padahal pada April lalu, pemimpin junta Min Aung Hlaing turut menyepakati Konsensus Lima Poin yang berisi panduan untuk membantu penyelesaian krisis politik yang dipicu kudeta militer terhadap pemerintahan terpilih Myanmar.
“Tidak terdapat perkembangan signifikan dalam implementasi Five-Point Consensus. Upaya kita sebagai satu keluarga (ASEAN) tidak mendapatkan respon yang baik dari militer Myanmar,” tutur Menlu Retno.
Retno menilai tepat keputusan untuk tidak melibatkan pemimpin junta dalam pertemuan puncak ASEAN, tetapi dia menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak akan menghentikan komitmen ASEAN untuk menawarkan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Myanmar.