Elite Syiah Diperkirakan Menangi Pemilu di Irak

BAGHDAD – Warga Irak melakukan pencoblosan pada Minggu untuk memilih anggota parlemen. Pemilu digelar beberapa bulan lebih awal berdasarkan undang-undang baru, yang dirancang untuk membantu calon independen dan sebagai respons atas gelombang protes antipemerintah dua tahun lalu.

Kelompok elite Syiah yang berkuasa dan bersenjata diperkirakan akan menyapu bersih suara. Hasil pemilu akan mengubah secara dramatis keseimbangan kekuasaan di Irak atau bahkan Timur Tengah, kata pejabat Irak, diplomat asing dan analis.

Amerika Serikat, negara-negara Teluk Arab dan Israel di satu sisi dan Iran di sisi lain berebut pengaruh di Irak yang telah memberi jalan bagi Teheran, untuk mendukung milisi yang menjadi sekutu mereka di Suriah dan Lebanon.

Sedikitnya, 167 partai dan lebih dari 3.200 calon bersaing memperebutkan 329 kursi di parlemen Irak, menurut komisi pemilihan setempat.

Pemilu Irak sering diikuti dengan negosiasi yang berlarut-larut tentang posisi presiden, perdana menteri dan kabinet selama berbulan-bulan.

Sebagai bagian dari perjanjian dengan pemerintah Irak, pemerintah AS tengah menarik pasukan tempur mereka dari negara itu, meski sekitar 2.500 tentara non-tempur masih ditugaskan, menurut pejabat AS.

Penarikan pasukan tempur AS dilakukan karena tekanan dari partai-partai Syiah yang dominan dan sebagian besar didukung Iran.

Mereka mendesak pasukan AS untuk pergi dari Irak, menyusul pembunuhan panglima militer Iran Qaseem Soleimani oleh AS di Baghdad pada 2020.

Ulama populer Syiah, Muqtada al-Sadr, yang menentang pengaruh asing dan menjadi musuh kelompok-kelompok Syiah dukungan Iran, diperkirakan ikut mencoblos.

Lihat juga...