Malaysia Tidak Ingin Pemimpin Junta Myanmar Hadiri Pertemuan Puncak ASEAN
KUALA LUMPUR — Malaysia tidak ingin pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing menghadiri pertemuan puncak Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 26-28 Oktober mendatang, jika junta gagal menjalankan komitmennya untuk rencana perdamaian di Myanmar.
Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan dia telah diberitahu mengenai rencana utusan khusus ASEAN Erywan Yusof untuk mengunjungi Myanmar pekan depan dan para menlu ASEAN akan mengadakan pertemuan secara virtual pada Jumat malam untuk menilai sikap junta terhadap proses perdamaian.
“Malam ini kami akan meninjau rincian rencana kunjungan yang diusulkan. Jika tidak ada kemajuan nyata maka Malaysia tidak ingin jenderal itu mengikuti KTT. Tidak ada kompromi untuk itu,” kata Saifuddin, merujuk pada jabatan Min Aung Hlaing.
Militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari yang dipimpin oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Kudeta itu mengakhiri satu dekade pemerintahan demokratis dan memicu serangan balasan yang telah menjerumuskan Myanmar ke dalam kekacauan.
Myanmar telah menjadi salah satu masalah yang paling memecah belah ASEAN sejak negara itu bergabung dengan perhimpunan pada 1997.
Kediktatoran militer yang dikecam oleh Barat karena aturan tangan besinya, menguji persatuan ASEAN dan merusak kredibilitas internasionalnya.
Pengecualian Min Aung Hlaing, meskipun tidak secara resmi diakui sebagai pemimpin ASEAN, akan menjadi langkah besar bagi perhimpunan yang memiliki kebijakan tidak mencampuri urusan dalam negeri satu sama lain dan telah lama lebih mengedepankan dialog daripada tindakan hukuman.
Dalam pertemuan para pemimpin ASEAN yang diselenggarakan April lalu, Min Aung Hlaing ikut menyetujui implementasi Konsensus Lima Poin yang ditujukan untuk membantu Myanmar keluar dari kekacauan yang mematikan sejak militer menggulingkan pemerintah pimpinan Aung San Suu Kyi.