Mayjen Soeharto & Pembebasan Presiden Soekarno dari Pelaku G30S/PKI
Pembebasan Telkom dan RRI oleh pasukan Mayjen Soeharto menjadikan dominasi PKI terhadap sarana vital komunikasi berakhir. Saluran propagandanya telah tersumbat dan tidak lagi dapat menyebarkan disinformasi secara terbuka. Kembalinya Telkom dan RRI ke pangkuan pemerintah atau Kostrad mendorong PKI melakukan koordinasi manual sebagaimana nasib kompetitornya, Mayjen Soeharto, selama sehari penuh, sejak pukul 04.00 WIB hingga pukul 19.00 WIB.
Kedua, Instrumen Netralisasi Disinformasi.
Bebasnya Telkom dan RRI merupakan aset strategis bagi Mayjen Soeharto untuk menetralisir disinformasi G30S/PKI yang telah dijejalkan kepada publik Indonesia selama sehari penuh.
Ia segera melakukan klarifikasi atas berbagai kejadian yang dialami bangsa Indonesia, dengan menyiarkan pidato pada pukul 19.00 WIB. yang isinya: (a) pada tanggal 1 Oktober 1965 telah terjadi gerakan kontra revolusioner yang menamakan dirinya G30S di Jakarta, (b) mereka melakukan penculikan enam perwira tinggi ABRI, (c) mereka berhasil menguasai RRI dan Telkom, (d) Presiden dan Menhankam/KASAB dalam keadaan aman dan sehat walafiat, (e) Pimpinan AD untuk sementara dipegang Mayor Jenderal Soeharto, (f) situasi dan keamanan telah dikuasai kembali, (g) gerakan Letkol. Inf. Untung merupakan coup dengan mendemisionerkan Presiden dan Kabinet Dwikora, dan (h) tindakan G30S kontra revolusioner dan harus diberantas sampai akar-akarnya.
Selain membuka kedok G30S/PKI, coup dengan berlindung di balik penyelamatan Presiden Soekarno, penjelasan Mayjen Soeharto melalui RRI juga memunculkan rasa tenang di kalangan masyarakat yang selama satu hari penuh dibingungkan oleh pengumuman-pengumuman aneh seperti pembunuhan kepada para jenderal, pembentukan Dewan Revolusi, pengumuman Presiden dan penurunan pangkat kemiliteran. Implikasi penjelasan itu segera menempatkan pelaku G30S/PKI tersudut secara moral serta memunculkan partisipasi luas dari masyarakat untuk melokalisir aktivitas G30S/PKI di daerahnya masing-masing.