Mayjen Soeharto & Pembebasan Presiden Soekarno dari Pelaku G30S/PKI
Pada pukul 6.00 WIB, tanggal 2 Oktober 1965, pasukan G30S (terdiri dari beberapa kompi pasukan profesional dan 1.500 sukarelawan Pemuda Rakyat terlatih) berusaha menghadang masuknya pasukan Kostrad yang hendak menguasai Halim. Pada pukul 06.10 WIB, Pangkalan Udara Halim dapat dikuasai RPKAD, namun dalam proses berikutnya terjadi vuur contact dengan pasukan pendukung G30S/PKI.
Atas inisiatif Komodor Dewanto disepakati cease fire, sampai terdapat kejelasan kebenaran bahwa perlawanan unsur militer profesional pasukan G30S/PKI untuk melawan Kostrad benar-benar merupakan perintah Presiden. Sore hari tanggal 2 Oktober 1965, Presiden mengirimkan pesan kepada Soepardjo yang isinya memerintahkan penghentian tembak menembak dengan pasukan Kostrad. Pembebasan Halim menjadikan komplotan G30S/PKI kehilangan pijakan terakhir kekuatan milternya, sekaligus menempatkan para pelakunya dalam usaha-usaha penyelamatan diri dari kejaran Kostrad.
Berdasarkan rangkaian fakta dan peristiwa sebagaimana dikemukakan di atas, pencermatan mikro kesejarahan peristiwa G30S akan mengantarkan pada kesimpulan bahwa peristiwa tersebut merupakan coup yang didalangi PKI. Setiap upaya menolak keterlibatan PKI —atau menganggap peranannya bersifat pinggiran— akan dihadapkan kekayaan fakta-fakta —mulai pra persitiwa, rapat-rapat komando pembersihan, hari H dan pasca peristiwa— yang menunjukkan hal sebaliknya. Ending setiap pencermatan terhadap peristiwa tersebut pada akhirnya akan kembali pada kesimpulan bahwa PKI merupakan intellectual actor sekaligus eksekutor G30S. ***