Mencegah Orang-Orang Munafik Berkuasa
OLEH: HASANUDDIN
وَاِذَا قِيْلَ لَهُ اتَّقِ اللّٰهَ اَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالْاِثْمِ فَحَسْبُهٗ جَهَنَّمُۗ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ
Wa iżā qīla lahuttaqillāha akhażathul-‘izzatu bil-iṡmi fa ḥasbuhū jahannam, wa labi’sal-mihād.
“Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah,” bangkitlah kesombongannya untuk berbuat dosa. Maka pantaslah baginya neraka Jahanam, dan sungguh (Jahanam itu) tempat tinggal yang terburuk.” (Q.S Al-Baqarah [2] : 206).
Pada tafsir Al-Manar, Syeikh Muhammad Abduh, yang mengutip pandangan tafsir Al-Razi atas ayat ini frase “istri dan ladang-ladang kalian”, berarti pengrusakan ladang dan keturunan” di sini sama artinya dengan penjungkirbalikan kehidupan keluarga dan akibatnya kerusakan seluruh struktur sosial.
Penafsiran ini, memberi penekanan terhadap sikap mental yang terkandung dalam ayat di atas,. Yakni segera setelah sikap mental yang digambarkan secara umum itu diterima, dan menjadi basis perilaku sosial, tak pelak lagi hal itu akan menimbulkan kehancuran moral yang tersebar luas dan menyebarkan disintegrasi sosial. Demikian Muhammad Asad dalam tafsir The Message.
Orang seperti ini, jika diingatkan oleh siapa pun agar “bertakwa kepada Allah”, justru akan memicu sikap sombong dan angkuh dalam dirinya, sehingga ia akan lebih banyak melakukan dosa (pengrusakan).
Banyak orang yang lupa diri setelah memperoleh kekaguman, bertindak sewenang-wenang, dan merasa selalu benar sehingga tidak bersedia menerima saran apalagi teguran. Ini terjadi bukan hanya pada penguasa-penguasa besar, tetapi juga yang merasa kuat dan merasa berkuasa.
Allah mengancam mereka, bahwa jika demikian itu sikapnya, enggan menerima saran dan teguran, maka cukuplah balasannya baginya yakni di akhirat nanti neraka jahannam, sungguh neraka jahannam itu seburuk-buruk mihad (ayunan).