Museum Bikon Blewut Kesulitan Biaya Perawatan

Editor: Koko Triarko

MAUMERE – Museum Bikon Blewut yang berada di Kompleks Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledaleo, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, tidak memiliki biaya perawatan setelah pendirinya, Peter Piet Petu, SVD wafat pada 24 November 2001.

“Kita tidak memiliki biaya perawatan museum ini,” kata Endi Padji, pegawai Museum Bikon Blewut, saat ditemui di Nita, Kabupaten Sikka, Minggu (10/10/2021).

Endi menyebutkan, sebelum pendirinya Pater Piet Petu,SVD wafat tahun 2001, dana untuk pengelolaan museum berasal dari kocek pribadinya serta kiriman dana dari Roma, Italia.

Setelah pendirinya wafat, maka praktis museum ini tidak memiliki dana untuk pengelolaan, termasuk membeli berbagai perlengkapan agar koleksi yang ada bisa terawat.

Museum Bikon Blewut di Kompleks STFK Ledalero, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT, Sabtu (9/10/2021). -Foto: Ebed de Rosary

“Kami hanya mengandalkan sumbangan sukarela dari pengunjung. Kami tidak diperkenankan memungut biaya dari pengunjung sesuai aturan pemerintah soal museum,” ujarnya.

Endi mengaku hanya melakukan perawatan dengan cara membersihkan koleksi-koleksi purbakala yang ada dengan kain atau tisu, serta mengurangi cahaya lampu yang berpengaruh terhadap koleksi.

Disebutkannya, koleksi museum berupa gading gajah pernah hilang dicuri pada 2006, sementara banyak lukisan atau bingkai foto yang sudah rusak dimakan rayap dan perlu diganti.

“Banyak kain tenun tua dijual oleh seorang pekerja yang membantu Pater Piet Petu pada 1988, karena dipikir kain tenun tersebut tidak terpakai lagi. Untungnya, Pater Piet sudah memotretnya sehingga gambarnya bisa diabadikan dalam buku,” ucapnya.

Lihat juga...