Petani di Kawasan Taman Hutan Raya Optimalkan Sistem Tumpangsari
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
LAMPUNG – Petani di dekat kawasan penyangga Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman (WAR) Lampung terapkan sistem tumpangsari.
M. Asep Ahyudin, petani di Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung menyebut menanam beragam tanaman. Dominan tanaman produktif karet, kemiri, kakao, pala, bumbu dan tanaman bunga.
Kawasan Sumber Agung sebutnya berada tepat di bawah kawasan Tahura WAR yang merupakan kawasan kehutanan.
Hidup berdampingan dengan hutan dengan prinsip larangan menebang pohon, merambah, merusak tanaman dipertahankan petani pekebun. Sebagai alternatif pada kawasan penyangga petani memilih melakukan tumpang sari atau polikultur.
Menanam beragam komoditas pertanian produktif sebut M. Asep Ahyudin dilakukan untuk mendapat nilai ekonomis. Sebagian warga bisa memanfaatkan kawasan penyangga hutan untuk mendapatkan hasil getah karet alam, damar.
Memanen kemiri yang tumbuh secara liar sebagian diregenerasi menjadi sumber penghasilan rutin. Sebab kemiri menjadi tanaman berbuah sepanjang tahun.
“Petani menyebut memanen kemiri sebagai mutiara hutan karena diperoleh dengan cara memungut, sebagian tumbuh secara alami oleh biji sebagian ditanam untuk regenerasi tanaman yang roboh agar tetap ada tanaman kayu pelestari kawasan Tahura WAR yang menjadi sumber pasokan air bagi masyarakat Bandar Lampung,” terang M. Asep Ahyudin saat ditemui Cendana News, Senin (25/10/2021).
Melalui teknik tumpang sari, petani pekebun sebut M. Asep Ahyudin bisa panen sepanjang tahun. Ia menyebut sebagian tanaman dipanen berdasarkan musim seperti kopi arabica, robusta.
Sementara jenis pala, kemiri, karet alam bisa dipanen setiap hari. Hasil produksi kemiri, karet sebutnya bisa memberi hasil puluhan ribu hingga ratusan ribu per pekan.