Rujak Juhi, Makanan Tradisional Jakarta yang Mulai Jarang Ditemui
Editor: Makmun Hidayat
Usai menuangkan kuah kacang ke atas tumpukan sayuran, Pak Apo juga mempersiapkan kerupuk mie yang juga disiapkan di piring dengan diberi saus kacang juga, setelah bertanya apakah ingin menggunakan kerupuk mie atau kerupuk biasa.
“Kalau menggunakan kerupuk mie, harganya jadi Rp30 ribu seporsi. Tapi kalau pakai kerupuk biasa ya Rp25 ribu,” kata Pak Apo menjelaskan mengapa ia bertanya mau menggunakan jenis kerupuk yang mana.
Kesegaran rujak juhi sendiri akan terasa semakin nikmat jika ditambahkan dengan sambal kacang, yang bumbunya tak beda jauh dengan saus kacangnya.
“Yang membedakan jumlah kacang yang dipergunakan. Kalau untuk saos kacangnya, kacang yang digunakan banyak. Kalau untuk sambal, kacangnya sedikit, tampilannya encer dan menggunakan rawit yang banyak sehingga rasanya pedas,” tuturnya
Saat rujak juhi memasuki mulut, terasa sekali saos kacang yang segar berpadu dengan gurih juhi, yang merupakan suwiran cumi asin dan rasa pedas yang langsung memicu keringat keluar. “Kalau tidak pedas ya kurang sedap lah,” tutur Pak Apo.
Saat ditanyakan bagaimana kondisi penjualan rujak juhinya selama pandemi ini, terlihat Pak Apo agak sedikit murung.
“Jauh sekali dari sebelum pandemi. Kalau dulu, bisa bawa saos kacang saja sampai 5 jerigen sekarang, paling banyak 3. Dulu bisa bawa juhi itu 6 toples. Sekarang paling 3 toples saja,” keluhnya.
Ia memaparkan menurunnya penjualan rujak juhinya karena memang tidak banyak pekerja yang datang ke kantor selama pandemi.
“Ya tidak ada yang kerja. Kalau yang lewat kan jarang yang beli. Tapi kalau pekerja, setiap makan siang pasti ramai yang beli. Semoga virusnya cepat pergi dan pegawai pada kerja lagi,” pungkasnya.