Sejarah Berdirinya Museum Bikon Blewut di Maumere

Editor: Koko Triarko

MAUMERE – Museum Bikon Blewut di kompleks STFK Ledlero, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, lahir dari kerja-kerja geologi, antropologi, dan etnologi yang dikembangkan dalam beberapa periode ekspedisi.

Ketua Komunitas KAHE, Eka Putra Nggalu, menjelaskan periode pertama dimotori oleh para misionaris asing yang turut memberi warna pada perkembangan teori-teori kebudayaan.

“Pada periode berikutnya, mulai terlibat beberapa misionaris lokal. Pater Piet Petu, SVD kemudian menjadi salah satu tokoh penting dalam pendirian Museum Bikon Blewut,” sebut Eka saat dihubungi, Minggu (17/10/2021).

Eka mengakui, bahwa pendekatan etnografi dan antropologi adalah salah satu paradigma baru yang menerjemahkan spirit Maximum Illud.

Pendekatan ini juga didasari oleh kesadaran untuk memproduksi pengetahuan pada tataran lokal, dan menciptakan agen-agen misi lokal yang lebih relevan dengan isu dan konteks budaya setempat.

Ketua Komunitas Kahe, Kabupaten Sikka, NTT, Eka Putra Nggalu, saat ditemui di Desa Habi, Kecamatan Kangae, Minggu (10/10/2021). -Foto: Ebed de Rosary

Lanjutnya, pengetahuan lokal ini lantas disilangtukarkan dengan pengetahuan yang berkembang di berbagai wilayah misi lainnya, tidak hanya untuk pengembangan misi tetapi juga ilmu pengetahuan.

“Tradisi intelektual misalnya terpresentasi dalam jurnal antropologi legendaris Anthropos yang dipelopori oleh Wilhem Schmidt, SVD pada 1906,” ungkapnya.

Eka memaparkan, pada awal hingga tengah tahun 1900-an, studi-studi etnografi dan antropologi di Flores turut mewarnai wacana global.

Lihat juga...