Seniman Perlu Bangkit Pasca-Pandemi
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
YOGYAKARTA – Lagu-lagu Nusantara seperti ‘Untukmu Indonesiaku’ karya Guruh Soekarno Putra hingga tembang ‘Ilir-ilir’ karya Sunan Kalijaga terdengar menggema di pendopo halaman rumah pegiat sekaligus pelestari budaya Totok Hedi Santoso di Triharjo, Sleman.
Uniknya, kedua lagu tersebut dilantunkan dengan iringan komposisi musik klasik Barat yang selama ini dikenal sebagai musik serius dan tidak umum di telinga masyarakat. Sejumlah alat musik tradisional pun terlihat berpadu dengan alat musik Barat seperti selo, flute hingga piano dan gitar.
Hingga membuat lagu lokal itu terdengar tak kalah mewah dengan lagu-lagu klasik Barat lain yang dimainkan sebelumnya seperti lagu karya Heitor Villa Lobos, Wolfgang Amadeus Mozart, Johann Strauss hingga lagu kondang Bohemian Rhapsody karya Freddy Mercury, pentolan band Quinn.
Hal itulah yang terjadi saat sejumlah seniman dan musisi dari tiga entitas, baik itu dosen dan mahasiswa kampus ISI Yogyakarta serta sejumlah komunitas di Sleman menggelar pertunjukan musik klasik. Meski digelar sangat sederhana, pertunjukan musik ini menunjukkan bahwa kebudayaan khususnya musik memang bisa tampil begitu cair.
“Kebudayaan itu hibrida. Campuran. Tidak ada yang murni. Walau kita belajar dan melantunkan lagu Barat, tetapi tetap tidak boleh melupakan lagu asli Nusantara. Karena Indonesia ini begitu kaya akan beragam jenis kebudayaan. Sehingga kita harus berupaya agar kebudayaan bisa terus hidup,” ujar Totok, Minggu (31/10/2021).