Tinggalan Megalitik di Malut Berkaitan Pemujaan Leluhur

AMBON – Tinggalan berciri megalitik (kebudayaan zaman batu besar) dengan keberagaman bentuk dan fungsi yang ditemukan oleh arkeolog di Pulau Halmahera, Tidore dan Moti, Provinsi Maluku Utara (Malut), berkaitan dengan konsep pemujaan terhadap leluhur.

“Terdapat keberagaman bentuk dan fungsi temuan berciri megalitik di Maluku Utara, semuanya dilandasi oleh konsep pemujaan leluhur,” kata Arkeolog, Marlyn Salhuteru, dari Balai Arkeologi Maluku, Selasa (26/10/2021).

Ia mengatakan, tinggalan berciri megalitik yang terdata di Provinsi Maluku Utara, antara lain, altar batu, altar batu, lumpang batu, lesung batu, batu asah, batu dakon, batu berhias, batu berlubang dan batu bergores, dan jere (istilah lokal untuk menyebut tempat keramat) yang direpresentasikan dengan menhir, bongkahan batu utuh, makam dan pohon-pohon besar.

Tinggalan-tinggalan tersebut berkaitan dengan konsep pemujaan terhadap leluhur, tersebar di 15 area dan kampung lama atau pemukiman kuno di Pulau Halmahera, Tidore dan Moti.

Marlyn mencontohkan altar batu di kampung adat Gurabunga. Altar batu dari batu-batu alam berbentuk pipih atau lempengan berukuran kurang lebih 55×50 centimeter itu difungsikan oleh masyarakat setempat sebagai sarana ritual adat.

Berada di belakang rumah adat Fola Jiko Sarabi, kampung adat Gurabunga merupakan pemukiman kuno yang secara administrasi termasuk dalam wilayah Desa Gurabunga, Kecamatan Tidore, Kota Tidore Kepulauan. Di masa lalu, kawasan ini termasuk dalam daerah kekuasaan Kesultanan Tidore.

“Jaringan megalitik yang telah terdata terdapat di Pulau Halmahera, Tidore dan Pulau Moti. Kurangnya penelitian megalitik di wilayah Maluku Utara menyebabkan pemahaman kita tentang budaya megalitik di Maluku Utara masih sangat terbatas,” ucap dia.

Lihat juga...