Toleransi Jadi Ruh Lahirnya Sumpah Pemuda
JAKARTA – Ketua Umum DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Chriswanto Santoso, mengatakan toleransi yang kuat di antara para pemuda menjadi ruh lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
“Sebagai sebuah keajaiban, semangat Sumpah Pemuda juga harus kita lestarikan. Mengingat para pemuda saat itu menyadari, bahwa bangsa Indonesia lahir dari perbedaan dan membutuhkan toleransi yang besar,” ujar Chriswanto, dalam keterangan tertulis yang diterima dari Jakarta, Kamis (28/10/2021).
Menurutnya, tanpa toleransi yang besar, bangsa yang terdiri dari ratusan suku dan bahasa, serta beragam agama dan kepercayaan akan runtuh dalam mengarungi zaman.
Ia menyatakan, Sumpah Pemuda menjadi pengingat pentingnya saling menghormati, menghargai, dan bergotong-royong seluruh elemen bangsa. Sebab, para pendiri bangsa, membangun negeri ini dengan sifat inklusif atau terbuka.
“Bukan untuk mengucilkan kelompok-kelompok tertentu karena alasan agama ataupun keyakinan. Bukan juga negeri yang etnonasionalisme, yang hanya diperuntukkan untuk suku tertentu saja,” ujar Chriswanto.
Maka, kata dia, tidak tepat bila anak negeri dipersekusi karena keyakinannya. Padahal mereka sebagai masyarakat sipil juga memiliki kontribusi yang besar.
Senada dengan Chriswanto, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, Singgih Tri Sulistiyono, mengatakan imajinasi pada pemuda mengenai sebuah bangsa dan wilayah yang disebut Indonesia tersebut menjadi ikatan yang kuat untuk mengusir kolonialisme.
Ide para pemuda yang tertuang dalam Sumpah Pemuda menjadi terobosan baru, bahwa kesadaran mengenai pluralisme melahirkan semangat bersatu.