Kata tak Berpucuk

CERPEN YONATHAN SITORUS

Jika Anda datang ke kelas kami, tentulah selain melihat peralatan mengajar, Anda juga akan melihat sebuah foto hitam-putih berbingkai di belakang kelas.

Foto seseorang dengan wajah pucat pasi dan tampak serius itu adalah sahabat kami. Kami terpaksa memasang fotonya itu karena mau bagaimana lagi, di satu sisi kelas kami hanya sedikit dan di sisi yang lain akhir-akhir ini keberadaannya sangat sulit untuk ditemukan.

Anggota kelas ini awalnya berjumlah empat belas orang, sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah angkatan ini yang kira-kira mendekati tiga ratus orang.

Jumlah yang sangat sedikit (atau bahkan bisa dibilang terlalu sedikit) ini menjadikan kami sangat akrab satu dengan yang lainnya. Kalau menurut saya pribadi, saya sudah menganggap mereka seperti saudara saya sendiri.

Tiada yang lebih spesial dari mereka bagi saya pribadi. Meskipun kata-kata tersebut benar adanya, namun bukan berarti mereka akan selalu ada di kelas ini.

Yang pertama kali pergi adalah seorang veteran sebagai sebutan bagi mereka yang tidak naik kelas. Saya sendiri tidak mengetahui secara detail mengapa ia gagal dan akhirnya terpaksa keluar dari sekolah ini.

Namun saya berharap, di mana pun ia berada, semoga kami bisa berkumpul kembali seperti sedia kala. Selain dirinya, kami semua berhasil naik kelas dan menikmati waktu perjumpaan kami lebih lama lagi.

Pada tahapan berikutnya, tiga dari teman kami pergi dari kelas ini. Yang satu, dengan kecerdasannya yang di atas rata-rata mendapatkan beasiswa ke luar negeri.

Kepergian sahabat saya yang satu ini tentunya sangat membanggakan sehingga yang mengiringi dalam perpisahan kami adalah senyuman. Yang lain lagi, pergi karena tidak mampu mengikuti pembelajaran sehingga terpaksa untuk tinggal kelas dan menjadi veteran.

Lihat juga...