Kata tak Berpucuk

CERPEN YONATHAN SITORUS

Dengan sebatang rokok di tangannya, kulihat ia tidak berusaha mengucapkan sepatah kata pun. Matanya yang sembab seolah memberitahu yang melihatnya jika dirinya pun sedang kebingungan.

Dari belakang, seseorang menepuk pundak dan menyapaku. Seorang teman kelas yang pernah mengerjainya dulu ternyata. Ia mempertemukanku dengan teman-teman kelasku yang lain.

Di perkumpulan itulah kami sepakat untuk berangkat ke RS Sardjito untuk menunggu perkembangan informasi selanjutnya.

Malam ini terasa begitu panjang, semuanya sunyi. Di perjalanan, tidak ada satu pun kata yang keluar. Kami semua masih mencoba mencerna peristiwa yang terlalu cepat berlalu ini.

Di sana, tampak kepala sekolah beserta beberapa guru yang telah sampai terlebih dahulu. Semua yang sedang berada di sana semakin memperjelas bahwa yang mati ini adalah teman kelasku.

Aku sangat tidak yakin sama sekali dengan kejadian ini, namun kami semua tidak dapat melihat jasadnya untuk memastikan langsung. Dari kabar yang beredar, ia mengakhiri hidupnya menggunakan pistol yang kemudian diketahui milik ayahnya.

Kami tidak menghabiskan banyak waktu di sana dengan kegundahan kami masing-masing, kami memutuskan untuk pulang. Entah kenapa, semua perasaan yang kupendam meledak ketika abangku menanyakan kepulanganku yang tidak biasa.

“Kenapa Lu?” tanyanya curiga.

“Temanku, yang pernah ke sini, mati,” jawabku perlahan sambil menitikkan air mata.

“Hah? Kenapa?”

“Dengan pistol di tangannya, kau pikir dengan cara apa dia mati, ha?” ungkapku setengah berteriak. Kuraih bantal untuk menutupi wajahku dan menangis tersedu-sedu kemudian.

Ia yang melihatku demikian pun menyadari jika aku membutuhkan waktu sendiri. Ia kemudian pamit untuk pergi bersama temannya dan meninggalkanku sendiri. Sisa malam itu berakhir dengan lolongan kesedihanku, seperti seekor anjing kehilangan tuannya.

Lihat juga...