Tekan Impor, Malaysia Dirikan Institut Genom dan Vaksin
KUALA LUMPUR — Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob meresmikan Peta Jalan Pengembangan Vaksin (PPVN) dan Institut Genom dan Vaksin Malaysia (MGVI) di Bangi, Negara Bagian Selangor, untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor produk farmasi seperti vaksin.
“Kadar impor produk farmaseutikal Malaysia bernilai 1,94 miliar dollar AS (sekitar Rp27,6 triliun) pada tahun 2020 di mana vaksin adalah di antara lima item impor utama dengan jumlah pembelian sebanyak RM4,3 miliar (sekitar Rp14,8 triliun) bagi vaksin COVID-19 saja,” kata Ismail Sabri.
Dia mengatakan ketergantungan kepada impor ini menunjukkan Malaysia perlu melahirkan lebih banyak pencipta teknologi dan bukan pengguna teknologi semata-mata.
“Negara kita mempunyai saintis vaksin, yang memiliki kepakaran dalam penelitian dan pengembangan vaksin,” katanya.
Ismail mengatakan dari segi ketersediaan industri vaksin, sejumlah usaha telah dilakukan termasuk proses pembotolan (fill and finish) vaksin COVID-19 Sinovac lewat Pharmaniaga dan pembotolan vaksin CanSino melalui Solution Biologics.
Dia mengatakan peresmian tersebut tidak hanya tertumpu pada vaksin COVID-19 tetapi juga pada vaksin penyakit-penyakit lain, seperti kanker kepala dan leher (head and neck) oleh Pusat Penelitian Kanker.
“Saya yakin pendirian MGVI ini dapat memberi dampak positif kepada negara daripada sudut ekonomi, sosial dan teknologi,” katanya.
Tiga proyek awal yang akan dikerjakan oleh Peta Jalan Pengembangan Vaksin (PPVN).
Pertama, pengembangan vaksin COVID-19 berbasis virus yang dilemahkan (inactivated) dan berbasis mRNA oleh Institut Penelitian Pengobatan (IMR).