Urgensi Perlindungan Data Pribadi
JAKARTA – Peristiwa kebocoran data yang makin marak terjadi di tengah masyarakat Indonesia, dapat dilihat sebagai bukti nyata urgensi perlindungan terhadap data pribadi pada saat ini.
Selain itu, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) pun makin mendesak untuk disahkan dalam waktu dekat. Namun, fakta di lapangan menunjukkan yang terjadi justru sebaliknya. Masyarakat makin terancam perlindungan data pribadinya, dan pengesahan RUU PDP terus mengalami stagnasi.
Dari informasi termutakhir yang tidak berhenti bergema, silang pendapat terkait keberadaan lembaga pengawas independen antara Komisi I DPR RI dan pemerintah menjadi persoalan utama yang menghambat disahkannya RUU PDP.
Menurut anggota Komisi I DPR RI, Rizki Aulia Rahman Natakusumah, setelah berdiskusi dengan para ahli, pemikir, lembaga sosial masyarakat, dan pihak swasta disepakati keberadaan lembaga pengawas independen diperlukan untuk melaksanakan fungsi pengawasan RUU PDP ke depannya.
Keberadaan lembaga tersebut, lanjut Rizki ditujukan untuk memunculkan kesetaraan antara pihak swasta dan publik selaku pengelola data pribadi masyarakat.
Namun, belum ada kesepakatan di antara Komisi I DPR RI dan pemerintah tentang keberadaan lembaga tersebut, bahkan terkait letak strukturnya yang diharapkan dapat berada di luar kementerian. Persoalan itu berujung membuat pengesahan RUU PDP terus berada pada posisi “menggantung”.
Tidak sampai di sana, ada pula kendala lain yang menghambat pengesahan RUU PDP, yaitu segrasi data yang kurang mendapatkan perhatian dalam pembahasan draf peraturan itu. Segrasi data ini merupakan pemisahan atau pemilahan data di antara data pribadi yang terbuka dan tertutup untuk diakses oleh pihak ke tiga.