Wanatani Cara Petani Bandar Lampung Jaga Siklus Hidrologi

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Sejumlah petani di wilayah pedesaan dan perkotaan Bandar Lampung, menerapkan metode wanatani atau agroforestri, berdampingan dengan kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman.

Yahya dan sejumlah petani lainnya di Kelurahan Batu Putuk, Kecamatan Teluk Betung Barat, Bandar Lampung, menyebutkan wanatani diterapkan dengan menanam sistem petak pada lahan, bertujuan menghasilkan sejumlah komoditas.

Tanaman perkebunan dibedakan dengan tanaman tepian sungai, lereng bukit hingga dataran rendah. Pada bagian lereng bukit dan tepi sungai, Yahya menanam bambu, pohon aren hingga pule. Pada lahan datar, ia menanam pohon kakao, pisang, karet, kemiri, jengkol, petai dan tanaman kelapa. Sebagian ditanami sengon dan akasia daun lebar.

“Semua jenis tanaman itu dipanen bagian buah secara bertahap. Hanya jenis tanaman kayu produksi dengan bibit boleh ditebang seperti sengon, akasia daun lebar,” kata Yahya, saat ditemui Cendana News, Senin (17/11/2021).

Suyatno, salah satu petani di Kelurahan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung memanfaatkan pasokan air untuk pertanian, Rabu (17/11/2021). –Foto: Henk Widi

Menurut Yahya, penebangan kayu dilarang pada hutan kawasan, sementara kayu hasil penanaman tetap dipanen sistem tebang pilih. Saat dipanen, jenis sengon dan akasia daun lebar akan kembali ditanami. Petani telah mendapat sosialisasi pentingnya menjaga pohon sebagai penyerap air.

“Petani di dekat kawasan Tahura Wan Abdul Rachman sebagian bergabung dengan kelompok tani hutan, sehingga bisa melakukan pemanenan sejumlah komoditi hutan berbasis nonkayu berupa kemiri, buah, getah karet dan damar, sementara jenis kayu produksi hanya jenis tanaman periodik yang kembali ditanami setelah panen,” terang Yahya.

Lihat juga...