20 Tahun Bergantung Impor, Potensi Budidaya Algonema Indonesia Belum Dimaksimalkan
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
YOGYAKARTA — Sejumlah petani, penghobi, hingga pelaku usaha berharap pemerintah dapat mendukung pengembangan budidaya tanaman hias Algonema di Indonesia. Hal itu diperlukan melihat potensi luar biasa tanaman hias algonema, baik itu dari sisi pasar lokal maupun mancanegara.
Petani sekaligus penggerak komunitas Algonema asal Yogyakarta, R Agus Cholik mengakui tanaman tersebut telah menjadi salah satu tanaman hias favorit sejak hampir dua dekade silam. Namun selama pandemi ini, kembali menjadi tren baru di kalangan penghobi tanaman.
“Selain mengalami peningkatan harga hingga tiga kali lipat, jumlah permintaan juga meningkat drastis. Bahkan seorang petani besar algonema bisa mendapatkan penghasilan Rp3-4 milyar salam satu bulan. Sedangkan petani kecil bisa mendapatkan pendapatan Rp50 juta per bulan, selama pandemi,” katanya di sela kegiatan Pameran, Sarasehan dan Kontes Algonema, di Yogyakarta, Jumat-Minggu (10-12/12/2021).
Meski mengakui kerap kali terjadi flustuasi harga, menurut Agus hal tersebut tetap tidak akan merugikan para petani Algonema. Pasalnya, selain biaya produksi algonema sangat minim, pasar atau kebutuhan akan tanaman yang juga disebut Sri Rejeki ini juga masih sangat besar dan selalu ada sepanjang waktu.
“Meski harganya kadang fluktuatif, namun masih sangat layak untuk dibudidayakan. Karena biaya produksi sangat minim. Sementara hasil bisa terus didapat. Sehingga petani tetap untung,” katanya.
Menurut Agus kebutuhan pasar algonema di Indonesia sebenarnya sangat luar biasa besar. Sayangnya mayoritas kebutuhan itu masih dicukupi dengan mengandalkan impor, seperti misalnya Thailand. Sementara petani Indonesia masih sangat minim sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan yang ada.