Angka Prevalensi Stunting Jadi 24,4 Persen pada Akhir Tahun, Sebut BKKBN
JAKARTA — Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan angka prevalensi anak lahir dalam keadaan kerdil (stunting) telah mengalami penurunan menjadi sebesar 24,2 persen di akhir tahun 2021.
“Terkait hasil perhitungan SSGI 2021, kita bersyukur bahwa prevalensi stunting secara nasional tahun 2021 menunjukkan penurunan dibanding tahun 2019 yaitu pada angka 24,4 persen, kata Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto dalam Webinar Launching Studi Status Gizi Indonesia yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Tavip menuturkan, angka tersebut secara perlahan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan angka stunting Indonesia pada tahun 2019 yang masih tinggi yakni 27,67 persen.
Penurunan angka prevalensi itu dapat diraih melalui berbagai kerja sama antar kementerian lembaga, praktik baik yang dilakukan bersama negara-negara tetangga dan modalitas yang dibangun oleh bangsa Indonesia.
“Hasil ini, tentu menunjukkan variabilitas di tingkat provinsi dan kabupaten kota yang perlu kita sikapi secara bijaksana. Ini mengingatkan kita bahwa kecepatan penurunan stuntung yang dituntut oleh program adalah sebesar 2,6 persen per tahun menuju target 2024,” ujar dia.
Walaupun demikian, Tavip menekankan angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan oleh pemerintah yakni sebesar 14 persen pada tahun 2024, seperti yang diamanahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting.
Sehingga intervensi berbasis keluarga berisiko stunting pada tahun 2022 harus dijalankan dengan lebih maksimal lagi.
Selain itu, penekanan mengenai penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh keluarga, peningkatan akses layanan kesehatan serta air minum dan sanitasi juga perlu lebih digencarkan supaya angka tersebut dapat mengalami penurunan kembali.