Perempuan dari Lereng Gunung Widosari
CERPEN IKA ZARDY SALIHA
Catatan harian ujung-ujungnya kadang melahirkan senyum. Senyum manis, senyum kecut, senyum geli, bahkan senyum-senyum sendiri.
Bagaimana tidak, hidup jadi terasa pendek meski hitungan umur sudah jelang kepala enam. Begitu diurai ke dalam tulisan sungguh catatan kecil bisa menjadi panjang, berliku-liku, warna-warni cerita seolah menjadi serpihan fragmen kehidupan yang saling bersambung, entah berapa episode bila ditulis.
Setiap orang memiliki kisah hidup masing-masing, bahkan pengalaman yang komplet yang biasanya dimulai dari masa kecil, remaja, dewasa, atau cerita jelang ajal sekali pun. Ah, seperti perjalananku saat ini.
Udara kota Yogyakarta siang ini sangat panas. Setelah kutempuh perjalanan dari bukit Menoreh ke hotel di jalan Taman Siswa, rasanya badanku capek sekali. Undangan Bimbingan Teknis (Bimtek) selama dua hari harus kujalani di pertengahan bulan Oktober ini.
Yogyakarta kota yang teramat bersejarah bagiku dan juga orang lain, termasuk tokoh-tokoh penting di Indonesia. Konon mahasiswa yang pernah mengais ilmu di kota ini, semua kerasan tinggal di Yogya bahkan berat untuk meninggalkan kota ini.
Setelah cek di lobi, kunci kamar nomor 107 kuterima dari resepsionis, bergegas kubuka pintu kamar.
“Bismillahirrahmanirrahim.” Kuturunkan tas punggung yang memberati badanku. Tanpa basa-basi lagi kurebahkan badanku.
Sepi sunyi di dalam kamar ini, kupejamkan mata sejenak untuk menghilangkan kepenatan, AC kamar lumayan dingin terasa menyerap tubuhku.
Di luar kamar kudengar teman-teman berjalan hilir mudik suara sepatu highly menambah suasana terkesan sibuk. Tiba-tiba lagu era 1990-an terdengar dari celah jendela dekat lobi.