Pohon Belimbing
CERPEN MOCHAMAD BAYU ARI SASMITA
Aku berdiri di tengah orang-orang berlalu-lalang di sebuah trotoar di depan sebuah mal besar. Sekitar dua puluh tahun lalu, tempat itu masihlah sebuah pekarangan kosong dengan sebuah rumah megah yang menurut banyak orang merupakan bekas rumah kompeni.
Entah kompeni atau apa pun itu, aku tidak begitu peduli. Dahulu di sana, terdapat sebuah pohon belimbing.
Buah yang memiliki lima sisi lancip yang berbentuk seperti bintang dalam khayalanku itu sangat manis juga segar ketika disantap pada siang hari. Aku mencuri buah itu, tiga sampai empat buah setiap harinya.
Buah-buah belimbing itu tidak pernah kubawa pulang, melainkan langsung kusantap di sana, di bawah naungan pepohonan yang menaungiku di pekarangan rumah kompeni itu.
Banyak orang bilang bahwa rumah kompeni itu berhantu. Seorang petugas ronda terkadang mendengarkan lolongan anjing di malam hari dan setelah memeriksanya, tidak ada seekor anjing pun di sana.
Salah seorang warga juga pernah bertemu dengan hantu tanpa kepala. Hantu itu tampak seperti seorang lelaki, memakai setelan berwarna putih, dan berdiam diri di depan pintu rumah kompeni itu.
Selain itu, masih banyak lagi pengakuan dari warga setempat. Pengakuan-pengakuan semacam itu tidak pernah lepas dari pelintiran. Mereka cenderung melebih-lebihkan cerita.
Bagi mereka, semakin terpukau pendengarnya, semakin baik. Ibuku juga sering memperingatkanku agar tidak dekat-dekat dengan rumah kompeni itu. Salah seorang tetangga dekat rumah kami baru saja mengambil buah mangga yang jatuh di pekarangan itu dan keesokan paginya dia tidak bisa berbicara.
Ketika ditanyai, dia menunjuk buah mangga yang tinggal separuh dan pergi keluar untuk menunjuk rumah kompeni. Orang-orang langsung mengerti hal yang dimaksudkan.