Pohon Belimbing

CERPEN MOCHAMAD BAYU ARI SASMITA

Ketika aku berniat mengambil buah belimbing kedua, suara bocah perempuan terdengar memakiku.

“Bocah sialan! Jangan berani-berani mengambil buah belimbingku!”

Aku menoleh ke arah yang kuduga menjadi sumber suara, ke arah jendela rumah kompeni itu. Jendela itu terbuka, sebuah kepala anak perempuan melongok dari sana. Bocah perempuan itu berambut pirang.

Wajahnya terlihat anggun, tetapi saat itu dia memandangiku dengan pandangan jijik dan kesal.

“Pencuri!” makinya lagi.

“Aku minta,” kataku membela diri. Bagaimanapun, aku bukanlah seorang pencuri. Lagi pula, aku baru tahu bahwa rumah itu masih ditinggali oleh seseorang.

Mendengar jawabanku itu, dia merasa kesal, dan kemudian melompat dari jendela yang jaraknya tidak begitu tinggi dari tanah. Setelah dia melompat, aku bisa melihat tampilannya secara keseluruhan.

Dia sepertinya seumuranku, tingginya pun kemungkinan sama denganku, dan mengenakan gaun putih, tanpa alas kaki. Rambutnya dikuncir ke belakang, seperti ekor kuda yang menarik delman di pasar-pasar.

Dia berlari ke arahku. Di depanku, dia menunjuk dengan jari telunjuknya, mengangkat sedikit dagunya, dan memakiku lagi, “Pencuri!”

“Aku bukan pencuri. Bagaimana kalau begini, aku akan minta izin kepadamu agar kau membolehkanku untuk mengambil buah belimbing itu.”

“Mana bisa seperti itu?”

“Bisa. Memang begitulah caranya,” kataku coba membodohinya.

“Begitu?” wajahnya sedikit melunak.

“Benar. Jadi, sekarang, apa boleh aku minta belimbingnya?”

Dia mendongak ke atas, melihat belimbing-belimbing di pohon itu berbuah dengan subur.

“Berjanjilah satu hal kepadaku,” katanya kemudian menatap ke arahku.

Lihat juga...