Sepenggal Kisah Pasca-Muktamar NU di Lampung
OLEH: M. IWAN SATRIAWAN
ALHAMDULILLAH Muktamar NU ke-34 di Provinsi Lampung berakhir sudah dengan happy ending. Tidak ada gugatan terhadap hasil perolehan suara, tidak ada pihak yang kecewa sampai merusak infrastruktur muktamar, semua bergembira dengan segala problematika dan kekurangan yang ada.
Muktamar sendiri merupakan forum tertinggi dalam perhelatan acara di organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia yaitu NU. Selain muktamar kita mengenal adanya Konbes (Konferensi Besar) dan Munas (Musyawarah Nasional) Alim Ulama. Selain itu, ada kegiatan-kegiatan yang skalanya baik tingkat wilayah hingga cabang terkait rangkaian acara untuk melaksanakan Konferwil atau Konfercab.
Muktamar NU ke-34 yang dilaksanakan di Lampung memiliki keunikan sendiri. Selain merupakan muktamar NU kelima yang dilaksanakan di luar Jawa, setelah Banjarmasin pada tahun 1936, Muktamar Palembang pada tahun 1952, Muktamar Medan pada tahun 1956, Muktamar Makassar pada tahun 2010 dan sekarang Muktamar Lampung pada tahun 2021 yang sejatinya harus dilaksanakan pada tahun 2020 namun terpaksa mundur selama satu tahun akibat pandemi Covid-19 yang melanda tidak hanya Indonesia namun juga seluruh dunia.
Keunikan yang kedua dari Muktamar NU di Lampung adalah tempat pelaksanaan yang tidak hanya di satu kota, namun melibatkan 2 (dua) kota/kabupaten yaitu Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah. Selain itu, juga melibatkan satu pondok pesantren sebagai gelaran pembukaan yaitu Pondok Pesantren Darussa’adah dan tiga kampus UNILA, UIN dan Malahayati yang mana sejak tahun 1926 diawal NU berdiri hingga terakhir muktamar Jombang tidak pernah melibatkan kampus-kampus umum khususnya seperti UNILA dan Malahayati.