Maeda

CERPEN INDARKA P.P.

Desember 1977
Tubuhmu terbujur lunglai. Mulutmu mengatup, dan perutmu kembang kempis sejurus dengan laju detik pada jam dinding kamar. Sementara matamu yang terpaku pada langit-langit, menggenang air pilu lagi hampa.

Hatimu pun koyak karena merasa jatah hidupmu tinggal menghitung hari. Penderitaanku akan usai sebentar lagi, batinmu.

Penderitaan yang mendera selepas sebuah pilihan kau ambil dengan teguh. Bahkan harus menerima pengasingan dan upaya-upaya hukum sebagai akibatnya.

Kendati kau terbukti tak bersalah di hadapan hakim, serentetan riwayat pahit telah menjelma sebagai luka yang meruntuhkan harga dirimu, satu-satunya yang kini tersisa selain rasa cinta pada negaramu.

Kau berkedip dua kali, mengiringi air mata yang jatuh entah keberapa. Ingatanmu berlari sejauh tiga puluh dua tahun ke belakang, masa di mana kau masih tinggal di Betshu Shi sebagai seorang perwira tinggi Kaigun.

Sepanjang bertugas di sana, kau merasa hanya ada satu peristiwa yang patut untuk dikenang, karena peristiwa itulah yang menimbulkan dampak besar bagi hidupmu hingga hari ini.

Tentu saja saat itu kau tiada mengira jika kejadian itu akan menjadi sejarah heroik perjalanan kemerdekaan Indonesia. Meskipun di sisi lain, kau tak bisa menafkkan kejadian itu membuat hidupmu berubah nelangsa.
***
Agustus 1945
Kabar lenyapnya Hiroshima dan Nagasaki benar-benar mengguncang jiwamu. Kau terduduk lemas, menyandarkan punggung ke kursi sambil sesekali memijat kepalamu sendiri. Bising tangis seolah menggema dalam pendengaran.

Anyir darah dan puing debu juga mengisi seluruh sela dalam otak. Kau mulai disergap malu karena kehormatanmu telah hancur. Sebab itu, kau menganggap bahwa hidup di hari-hari berikutnya adalah fana dan sia-sia.

Lihat juga...