Maeda

CERPEN INDARKA P.P.

Kau terperangah. Loloslah lagi wibawamu di hadapan Bardjo, Karno, dan Hatta. Jantungmu meritme kencang.

“Siapa yang memberitahu dia?”

Nishi spontan bersimpuh sujud di kakimu. Ia bersumpah tak pernah mencederai kepercayaanmu. Namun tak lama kau lekas membangkitkan tubuh Nishi. Kau menerangkan kalau pertanyaanmu itu bukan bermaksud menuduh.

Sejam berselang, kau dan Nishi akhirnya bertemu dengan Jenderal Yhasuki di tempat yang telah ditentukan. Jenderal Yashuki menatapmu tajam. Pertanyaan pertama meluncur dari mulutnya.

“Anda ingin berkhianat, Tuan?”

Setelah itu pertanyaan kedua dan seterusnya melesat seperti katana. Beruntungnya kau bisa berkelit dengan logis dan tetap bertahan searif mungkin.

“Mereka berjuang meraih kemerdekaan mereka sendiri.”

“Tapi sesungguhnya ini bukan waktu yang tepat.”

“Hanya mereka yang tahu tepat atau tidak. Bukan kita!”

Wajah Jenderal Yhasuki tampak semakin memerah. Dalam pandanganmu ia sedang menahan diri agar tidak bertindak konyol. Memanfaatkan kesempatan itu, kau lantas berbalik badan, kemudian melangkah pergi.

“Anda akan menerima akibatnya!” Suara Jenderal Yashuki terdengar lantang di telingamu.

Selama berada di mobil menuju pulang, kau tak henti-hentinya berpikir seburuk apa nasib yang akan kau terima kelak. Namun demikian, kau tetap berusaha mengimbangi prasangkamu melalui ingatan tentang akhir buruk rakyat Hiroshima-Nagasaki yang menanggung dosa para penguasa.

Setidaknya hal itu meyakinkan dirimu agar tetap kukuh menjaga prinsip yang utama. Kau tiba di rumah. Ketika masuk rumah, kau cukup terkejut melihat belasan orang sudah berada di ruang utama, selain Bardjo, Karno, dan Hatta.

Lihat juga...