Pabrik Karet di Sumsel Terpaksa Impor Bahan Baku dari Vietnam
PALEMBANG – Sejumlah pabrik karet di Sumatra Selatan mengalami kekurangan bahan baku berupa bahan olahan karet (bokar), sehingga terpaksa mengimpor dari negara tetangga seperti Vietnam dan Myamar, hingga negara dari Afrika.
Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Selatan, Alex K Eddy, mengatakan kondisi ini sudah terjadi sejak pertengahan 2021 karena pabrik kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku dari petani.
“Ini terpaksa mereka (pengusaha pabrik karet) lakukan demi menjaga kelangsungan bisnis, supaya tidak tutup,” kata Alex di Palembang, Senin (17/1/2022).
Alex mengatakan, untuk tetap bertahan, pabrik karet harus mendapatkan pasokan bahan baku yang cukup sesuai dengan kapasitas terpasang dari mesin olahan bokarnya. Sejauh ini, rata-rata pabrik karet di Sumsel hanya mampu memanfaatkan 50-60 kapasitas terpasang.
“Pabrik dengan kapasitas sedang, yakni 10.000 ton per bulan, bisa dikatakan sudah bagus jika mereka bisa mengolah 6.000 ton per bulan. Yang sulit ini pabrik dengan kapasitas 15.000 ton per bulan, terkadang hanya bisa 9.000 ton per bulan,” kata dia.
Kondisi ini membuat tak banyak pabrik yang mampu bertahan, bahkan Gapkindo Sumsel mencatat terdapat dua pabrik berkapasitas 6.000 ton per bulan sudah gulung tikar. Padahal, dua pabrik itu masing-masing memiliki tenaga kerja sekitar 200 orang.
Sebagian perusahaan terpaksa memutar otak, mulai dari mengimpor pasokan bahan baku dari luar negeri, efisiensi pabrik, hingga mengurangi ship kerja karyawan.
Untuk impor bokar ini, negara tidak melarang perusahaan pemilik pabrik karet melakukannya, asalkan ketika diekspor sudah dalam bentuk karet spesifikasi teknis (TSR).