Petani di Sleman Olah Komoditas Kelapa dan Limbahnya

Editor: Koko Triarko

Setelah daging kelapa digiling dan diambil santannya, Untung mengaku akan mendapatkan hasil sampingan berupa ampas kelapa. Ampas kelapa ini biasanya dikeraskan, lalu dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Sehingga bisa menghemat biaya produksi usaha pengolahan minyak kelapa miliknya.

“Setelah dimasak, santan kelapa akan menghasilkan dua produk. Yakni, minyak mentah sebagai produk utama, serta produk sampingan berupa inti santan atau protein tidak terlarut yang biasa disebut blondo. Blondo ini harganya sangat mahal, bahkan lebih mahal dari minyak kelapa premium. Pemanfaatannya untuk bahan baku pembuatan makanan gudeg, kethak, dan banyak lagi,” ungkapnya.

Jika minyak kepala curah hanya dihargai Rp21 ribu per liter, dan minyak kelapa premium/white produk hanya dihargai Rp30 ribu per liter, maka hasil sampingan berupa blondo harganya justru bisa lebih tinggi, mencapai Rp45 ribu per kilogram. Padahal, perbandingan hasil produksi minyak kelapa dan blondo dalam satu kali proses pengolahan tidak jauh berbeda atau bisa dikatakan setara.

“Setelah dilakukan pemurnian, minyak mentah akan menghasilkan minyak kelapa white product dan yellow product. Sementara hasil sampingnya berupa limbah cair dan limbah padat,” katanya.

Kemudian, limbah padat yang kaya akan gliserin bisa diolah menjadi sabun. Sementara limbah cairnya bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pengolahan lahan karena mampu meningkatkan PH tanah.

Dengan berbagai hasil sampingan tersebut, Untung mengaku bisa mendapatkan pemasukan tambahan di luar hasil produk utama berupa minyak kelapa yang dilakukannya. Karena itu, ia pun tak henti mendorong para petani kelapa di Indonesia untuk bisa belajar mengolah dan memanfaatkan hasil sampingannya menjadi produk bernilai jual tinggi.

Lihat juga...