WALHI : Kebijakan Pemerintah Belum Berpihak pada Lingkungan
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
“Penyelenggara negara bukannya melakukan sesuatu untuk meningkatkan kesejahteraan malah membuat semakin banyak kerusakan ekologis,” tandasnya.

Kadiv Kajian dan Hukum Lingkungan WALHI, Dewi Puspa menambahkan selama setahun, potret krisis lingkungan tampak nyata dengan berbagai proyek yang diselenggarakan oleh pemerintahan.
“Hutan Indonesia sebagian besar dikelola mayoritas sebagai pertambangan. Berikutnya untuk alih fungsi hutan produksi,” kata Dewi dalam tinjauan lingkungan WALHI, Rabu (2/2/2022).
Menurut data, ada 343 ribu hektare Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diberikan untuk sektor pertambangan dan 36 ribu hektar untuk non pertambangan.
Pemberian IPPKH untuk sektor pertambangan ini juga jauh lebih besar dibandingkan data konsesi IUP dalam kawasan hutan yang hanya 4,5 juta hektar.
Data juga menunjukkan bahwa terdapat 3,2 juta hektar kawasan hutan yang beralih fungsi menjadi food estate, yakni di Sumatera Utara, Kalimantan Tengah dan Papua.
“Menurut data, ada 4,59 juta hektar tutupan lahan hutan dimiliki oleh sektor pertambangan. Enam terluas adalah batubara sekitar 1,9 juta hektar, emas, nikel, bijih dan pasir besi, bauksit dan tembaga,” ujarnya.
Disebutkan, krisis lingkungan juga terjadi di ruang pesisir dan pulau-pulau kecil.
“Misalnya proyek reklamasi yang membutuhkan pasir hingga 1,8 miliar kubik, pertambangan di pesisir dan wilayah laut hingga proyek strategis nasional yang ditujukan untuk pariwisata,” ujarnya lagi.