Malioboro Dulu Jalan Utama Kerajaan Yogyakarta Zaman Sultan HB I
Admin
YOGYAKARTA, cendananews.com – Malioboro sebagai sebuah sejarah dan kota pariwisata sudah sangat melegenda. Mengulik sejarahnya akan sangat panjang ceritanya.
Pusat Kota Yogyakarta, Malioboro, ini sudah melegenda sejak berdirinya Kesultanan Yogyakarta.
Malioboro awalnya hanya jalan biasa dengan pohon-pohon besar di kanan kirinya.
Mengutip laman jogjaprov, pada zaman Sultan Hamengku Buowono I pada tahun 1755, Jalan Malioboro merupakan jalan kerajaan atau rajamarga.
Jalan tersebut untuk kegiatan seremonial atau penyambutan tamu kerajaan. Di area Malioboro itu terdapat pusat pemerintahan yang disebut Kepatihan.Dan, Pasar Gede sebagai pusat perekonomian.
Pasar Gede awalnya hanya tanah lapang yang kemudian berkembang pesat. Pasar yang kini dikenal dengan Beringharjo ini saat itu mendapat julukan sebagai pasar terindah di Jawa.
Seiring terbitnya Undang-Undang Agraria pada sekitar tahun 1870an, mulai berkembang sentra ekonomi di Yogyakarta.
Mulai tahun tersebut, Hindia Belanda juga menerapkan politik kolonial liberal atau Politik Pintu Terbuka (open door policy).
Kebijakan politik itu membuat maraknya penanaman modal swasta, dengan aturan kepemilikan tanah yang diperketat.
Adanya modal asing yang masuk itu membuat pembangunan menjadi pesat. Ada pembangunan stasiun, bank, pusat perdagangan, dan sekolah.
Perekonomian semakin cepat berputar dan industri berkembang, salah satunya gula.
Kemudian, pada awal abad ke-20 terjadi peningkatan jumlah pendatang di Yogyakarta. Hal ini membuat Malioboro menjadi jalan pertokoan paling sibuk. Bahkan, hingga saat ini.
Sementara itu, Jalan Malioboro yang sudah ada sejak berdirinya Kesultanan Yogyakarta juga memiliki makna filosofi.