3 Juli 1946, Soeharto Gagalkan Kudeta Pertama dalam Sejarah RI
Namun sayap militer gerakan politik Tan Malaka, Panglima Divisi Diponegoro Mayor Soedarsono belum ditangkap.
Kala itu, Soeharto masih berusia 25 tahun. Ia menjabat sebagai Komandan Resimen 22 Divisi Diponegoro.
Sebuah resimen paling kuat dengan pengalaman tempur paling baik di Divisi Diponegoro.
Soeharto kala itu sedang naik daun.
Pasalnya, sebelumnya Soeharto muda dan pasukannya baru berhasil menyelamatkan pasukan Induk Penglima Soedirman dalam sebuah penyerangan.
Dalam sejarah, penyerangan itu dikenal sebagai peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Peristiwa heroik pasukan Soeharto muda itu terjadi di Banyubiru. Para petinggi militer, termasuk Gatot Soebroto mengira pasukan Soeharto sudah “direbus” oleh bombardir Belanda Sekutu selama semalaman.
Ternyata, Soeharto muda cerdik. Dia menempatan pasukannya jauh di depan dan menghadang pergerakan tusukan pasukan garis depan Sekutu.
Gagal lah pasukan sekutu menusuk lambung pasukan Induk Jenderal Soedirman.
Maka, wajar ketika Ibu kota pindah ke Yogyakarta, resimen Soeharto lah resimen paling kuat dan berpengalaman.
Ketika terjadi kemelut politik di Ibu kota Yogyakarta (setelah mengumumkan keadaan darurat), Presiden Soekarno memerintahkan Komandan Resimen 22, Soeharto untuk menangkap pimpinannya, Kepala Divisi Diponegoro Mayor Soedarsono.
Komandan muda itu lugu. Ia tidak mau terlibat politik. Ia tidak mau menangkap pimpinannya.
Ia hanya tunduk secara hirarki kepada Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Tapi, komandan muda itu menjamin kepada utusan istana/Presiden Soekarno, bahwa pasukannya sebagai elemen terbesar tidak akan melawan Istana.