Desa Sukadana bersama Luwika semakin hari kian gemilang. Karena kemajuan itulah empat desa lain di sekitarnya dengan sukarela menginduk kepadanya.
Kisah ini selayaknya cerita perihal Kerajaan Gowa. Sebuah epos yang terjadi di Somaopu, ujung selatan jazirah barat daya pulau seberang. Kabarnya di sana dulu ada sembilan negeri yang sangat hebat.
Dengan berjalannya waktu, dari kesembilan negeri itu ada satu negeri yang sangat maju, jauh meninggalkan kedelapan negeri lainnya. Negeri maju itu dipimpin seorang yang dipercaya keturunan dewa.
Oleh karenanya dengan sukarela kedelapan negeri itu menginduk kepada negeri yang paling maju, yang akhirnya menjadi Kerajaan Gowa. Perbedaannya, untuk perubahan di Desa Sukadana bukan setingkat kerajaan, tetapi hanya sebatas kademangan. Sejak itu Kademangan Sukadana semakin masyhur.
Meski begitu, pada awal-awal Desa Sukadana menjadi kademangan bukan lantas berjalan mulus. Terkait hal itu, ada satu peristiwa di kehidupan Luwika yang menjadi kisah tidak bisa terlupakan. Hal itu bisa dibilang sisi lain dari keberhasilan Luwika.
Sesungguhnya anak Luwika dan Ingarsih bukan hanya Senjawa dan Senjawi. Putri kembar mereka itu sebenarnya telah mempunyai seorang kakak lelaki. Dan berikut adalah kisah tentang anak lelaki itu.
Ketika anak lelaki itu lahir, dia tidak menangis seperti bayi biasanya yang baru dilahirkan. Karenanya benak Luwika dan Ingarsih sempat muncul tanya, ada apa dengan buah hatinya? Hal itu baru terjawab setelah beberapa waktu kemudian, saat mereka memanggil orang pintar untuk memeriksa.
Menurut penerawangan orang pintar, bayi itu tidak akan bisa bicara dengan jelas karena lidahnya teramat pendek. Bahkan ada lagi penyataan dari orang pintar itu yang membuat Luwika dan Ingarsih sangat bersedih.