Menebak Arah Pendulum Dukungan Capres 2024 Bagian 1
Oleh: Abdul Rohman
JAKARTA, Cendana News – Publik hari ini sudah ramai lagi membicarakan sosok presiden berikutnya, tahun 2024.
Sebenarnya aroma diskursus kontestasi Piplres sebelumnya pada 2014 dan 2019, yang menyisakan pertengkaran ‘Cebong-Kampret’ belum sepenuhnya hilang.
Kini, narasi dukungan kepada sosok-sosok capres tertentu sudah menyeruak.
Semua menjagokan calonnya masing-masing bak primbon tanpa lubang cela.
Pertengkaran antarpendukung di jagat medsos sudah mulai.
Bagaimana kita membaca pergeseran pendulum dukungan rakyat kali ini?
Siapa yang bakal dipilih di antara mereka? Apa alasan rasional politik yang mendasari pergeseran pendulum itu?
Pergeseran pendulum dukungan rakyat dalam memunculkan para presiden di era reformasi bisa kita jadikan spion kesejarahan.
Siapa kira-kira sosok yang diminati rakyat untuk memimpin bangsa ini ke depan. Apa pula alasan rakyat memilih figur tertentu itu?
BJ Habibie menjadi presiden akibat limpahan kekuasaan Presiden Soeharto yang menyatakan berhenti.
Presiden Soeharto sejak lama setidaknya sejak tahun 1996 sudah memberi sinyal untuk perlunya pergantian presiden.
Banyak faksi di luar Habibie yang ingin dikatrol sebagai pengganti Presiden Soeharto.
Termasuk faksi Benny Moerdani, ‘Kaisar Intelijen’ era Orde Baru.
Tahun 1997 dalam SU MPR, Ketua MPR Harmoko meyakinkan kepada Soeharto bahwa rakyat masih memintanya menjadi presiden.
Sebagai soosk berjiwa petempur, Soeharto pantang menolak memenui keinginan rakyat.
Ia tidak mau ‘tinggal glanggang colong playu’, tidak mau meninggalkan arena pertempuran ketika rakyat memintanya.
Datanglah gelombang krisis ekonomi, disusul krisis moneter, dan ditumpangi agenda menyuarakan suksesi pergantian presiden.