Menebak Arah Pendulum Dukungan Capres 2024 Bagian 3
Oleh: Abdul Rohman
JAKARTA, Cendana News – Setelah masa Presiden Megawati Soekarno Putri, Pemilu 2004 muncul the new rising star, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Walau secara kepartaian, suara PDIP masih tinggi.
Jelang Pemilu itu merebak sebuah isu di pasar-pasar hewan di Jawa. Isu itu tentang jatuhnya harga sapi akibat impor sapi yang dilakukan suami presiden.
Sesuai fakta atau tidak, isu tersebut menjadi cerminan bahwa rakyat tidak lagi bersama Megawati sebagai pejuang Wong Cilik.
KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi memang lahir di era Megawati. Tapi, itu dianggap sebagai karya civil society yang terus mendesak agar KPK terwujud.
Pun pula sebagai konsekuensi amandemen UUD 1945, bukan inisiatif dari Presiden Megawati.
SBY adalah antitesa dari kesemrawutan kepemimpinan Megawati dalam memimpin pemerintahan.
SBY sosok ganteng, cerdas, santun, dan nasionalis. Dipercaya tidak akan gegabah menjual aset bangsa.
Baca: Menebak Arah Pendulum Dukungan Capres 2024 Bagian 2
SBY dikenal sebagai jenderal yang suka membaca. Wawasannya luas dan demokratis. Tidak perlu ditakuti akan terjebak ke dalam rezim militeristis.
SBY menggerakkan kembali roda pembangunan. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menjadi program utama.
Sebenarnya program ini kelanjutan dari gagasan pengembangan klaster-klaster pertumbuhan ekonomi yang digagas sejak era Orba.
Hidupnya kawasan-kawasan pertumbuhan baru itu akan mengurangi disparitas Jawa vs Non Jawa.
Namun, SBY tidak sepi masalah. Selama pemerintahannya Megawati menjadi oposisi yang sengit.
Keduanya sepertri Tom and Jerry dalam film kartun.