MPR, GBHN dan Reamandemen Terbatas UUD 1945

Oleh: Abdul Rohman

JAKARTA, Cendana News – Lebih dua dekade reformasi berlalu, kini banyak bermunculan penyesalan atas amandemen UUD 1945.

Amandemen itu telah melepaskan status MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat atau sebagai locus of power.

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 asli menyatakan, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis”.

Pasal itu diubah sehingga Pasal 1 ayat (2) amandemen berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut undang-undang  dasar”.

Perubahan itu menjadikan pelaksana kedaulatan dalam penyelenggara negara menjadi tidak jelas.

Hal ini sebenarnya membahayakan bangsa, karena membuka pintu intervensi kedaulatan dari semua arah.

Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 asli menyatakan: “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan Utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang”.

Ketentuan itu diubah sehingga pasal 2 ayat (1) menjadi: “MPR dan perwakilan daerah dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang”.

Perubahan ini menjadikan MPR tidak lagi representasi segenap rakyat dalam iklim multikulturalisme Nusantara.

MPR hanya terdiri dari anggota DPR (wakil rakyat yang direkrut melalui kontestasi bebas), dan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) sebagai pengganti Utusan Daerah yang juga direkrut melalui kontestasi bebas.

Sedangkan Untusan Golongan yang mewakili multikulturalisme Nusantara dihilangkan.

Perubahan ini jelas mengacu pada prinsip winner take all, golongan-golongan minoritas seperti etnis-tenis di Nusantara tidak diikutkan lagi dalam menentukan arah dan kebijakan negara.

Lihat juga...