Pedagang Jamu Tradisional Masih Eksis di Bandar Lampung

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG, Cendana News – Pedagang jamu tradisional di Bandar Lampung hingga kini masih bisa eksis.

Salah satunya, Supardi, pedagang jamu tradisional asal desa Palapa, Tanjung Karang Pusat, ini.

Dia mengaku sudah menjual jamu tradisional sejak belasan tahun lalu.

Untuk mempermudah aktivitasnya berjualan, dia pun menggunakan sepeda motor dan memodifikasi bagian joknya untuk tatakan botol.

Supardi sengaja menggunakan sepeda motor agar bisa menjangkau daerah lebih luas.

Setiap malam, dia meracik berbagai jamu seperti beras kencur, kunyit asam, pahitan, galian singset, sinom, uyup-uyup dan temulawak.

Kemudian, pada pagi harinya dia merebus sebagian jamu itu agar bisa dijual dalam kondisi hangat.

Supardi biasa menggelar dagangannya itu di kawasan Stadion Olahraga Pahoman, Saburai, dan keliling ke sejumlah sekolah dan perumahan.

Dalam menyiapkan dagangannya, Supardi dibantu oleh sang istri yang juga berprofesi sama.

Sang istri berjualan jamu di pasar Bambu Kuning pada setiap pagi hari.

Dia mengemas beragam jamu itu dalam botol, dan dalam sehari ada sekitar 12 botol jamu beragam jenis.

Menurut Supardi, permintaan jamu tradisional pernah meningkat tajam saat awal pandemi Covid-19.

Saat itu, bahkan bahan baku jamu seperti jahe, kunyit, lengkuas dan  temulawak, harganya melonjak. Namun, saat ini harga sudah kembali normal.

“Harga bahan baku jamu sudah normal karena konsumen jamu tradisional tidak sebanyak saat awal pandemi Covid-19,” kata Supardi, Selasa (16/8/2022).

Supardi menjual jamu tradisional dengan harga mulai Rp3.000 hingga Rp5.000 per gelas.

Dalam sehari, dia  bisa mendapatkan penghasilan kotor sebesar Rp200.000 hingga Rp300.000.

Lihat juga...