Sirtu Punden

CERPEN RUDI AGUS HARTANTO

Enam burung berhasil masuk di sarung Damar. Tinggal satu sirtu lagi yang agak jauh dari tempatnya berada. Ia kembali memanjat naik sekitar dua meter ke atas, lalu merayap seperti macan dahan ke arah mangsanya.

Dahan itu semakin lama ukurannya mengecil, kibasan angin yang sesekali kencang membuat tubuh Damar bergoyang. Tangannya erat memegang dahan demi keamanan.

Ia mulai menjulurkan tongkat penjaring seiring hilangnya hembusan angin. Tubuhnya sedikit merayap ke depan, hanya dengan satu tangan ia berpegangan dahan.

Sial. Sarung yang terikat di celananya tersangkut ranting kecil. Ia berusaha membenarkan posisi wadah burung itu, tetapi seperti gayung bersambut malah membuat jaringnya jatuh. Damar menarik sarung itu dengan emosi. Ia mencoba memutar tubuh untuk membenahi hal itu.

Sarungnya robek, enam burung yang telah tertangkap terlepas. Dan hal itu membuat tubuhnya goyah. Damar terpeleset dari dahan pijakan, tali yang mengikat perutnya kendor hingga naik di antara kedua tangannya.

Tak ada teriakan malam itu, kecuali kaki menggantung bergetar-getar, dan cairan berwarna merah melumuri besi penangkal petir, menetes melalui talang punden. Terdengar kicau panik sirtu beriring tempo gamelan dari kejauhan yang mulai memelan. ***

Rudi Agus Hartanto, putra daerah Mojogedang. Mahasiswa pascasarjana Ilmu Linguistik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bergiat di komunitas “Kamar Kata” Karanganyar.

Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Cerpen yang dikirim orisinal, hanya dikirim ke Cendana News, belum pernah tayang di media lain baik cetak, online atau buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Karya yang akan ditayangkan dikonfirmasi terlebih dahulu. Jika lebih dari sebulan sejak pengiriman tak ada kabar, dipersilakan dikirim ke media lain.

Lihat juga...