Kudeta PKI Tahun 1965 di Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu
Sebelum G30S/PKI meletus tanggal 1 Oktober 1965, rakyat di Sumatera Selatan dan Lampung mengalami keresahan, keadaan di pasar-pasar lesu, harga-harga melonjak dan ekonomi goncang.
Sedangkan dalam bidang politik situasinya sangat panas, simpatisan PKI melakukan demonstrasi dengan membawa spanduk dan poster-poster dengan tulisan bernada Nasakomisasi di segala bidang pemerintahan.
Dalam bidang legislatif, PKI menuntut agar anggota DPRGR yang berjumlah 12 dari golongan politik dibagi tiga, yaitu empat dari golongan Nasionalis, empat dari golongan agama dan empat lagi golongan komunis.
Sedangkan Baperki dan Partindo berhasil menjatuhkan Bupati Rejang Lebong, Bupati Musi Ulu Rawas, Bupati Muara Enim, Bupati Lahat dan Bupati Lampung Utara.
Di bidang ekonomi dan sosial PKI menghasut agar rakyat tidak membayar pajak dengan dalih bahwa pajak hanya sebagai upaya memeras rakyat. Mereka juga menghasut rakyat agar tidak mau bergotong royong.
Sebab gotong royong sama dengan pemerasan tenaga rakyat, karena untuk obyek-obyek itu sudah tersedia dananya. Selain itu, PKI juga menyarankan agar rakyat menggarap tanah kosong sehingga berakibat bentrokan fisik yang tidak jarang menimbulkan korban jiwa.
Peristiwa seperti ini terjadi di daerah Bengkulu Selatan, Lahat, Rejang Lebong dan beberapa daerah lainnya di Sumatera Selatan.
Di bidang angkutan, PKI menghasut para petugas PNKA (Jawatan Kereta Api) yang sebagian besar anggotanya adalah anggota SBKA (Serikat Buruh Kereta Api yang menjadi mantel PKI), untuk memperlambat perjalanan kereta api sehingga sering terlambat tiba di tujuan. Akibatnya barang-barang kebutuhan sehari-hari mengalami kenaikan, dan inflasi timbul.