4 Oktober 1965 [III], Tujuh Jenazah diotopsi di RSPAD
OLEH NOOR JOHAN NUH * penulis buku dan bergiat di forum Yayasan Kajian Citra Bangsa (YKCB) Jakarta
Dengan dievakuasinya jenazah Jenderal DI Panjaitan maka lengkaplah sudah jenazah enam Jenderal dan satu Perwira Pertama Angkatan Darat yang sejak pagi tanggal 1 Oktober diculik dan dibunuh oleh gerombolan pemberontak Gerakan 30 September.
Selanjutnya tujuh jenazah dimasukkan ke dalam peti, dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat untuk diotopsi. Dua orang dokter dari RSPAD yaitu dr, Brigadir Jenderal Roebiono Kertopati dan dr. Kolonel Frans Pattiasina melakukan otopsi, dibantu tiga dokter dari Ilmu Kedokteran Kehakiman UI yaitu; Prof. dr. Soetomi Tjokronegoro, dr. Liau Yan Siang dan dr. Lim Joe Thay. Adapun hasil otopsi dalam visum et repertum sebagai berikut:
Baca juga: 4 Oktober 1965 [II], Sersan KKO-AL Saparimin yang masuk pertama
Visum Et Repertum tujuh jenazah
- Jenazah dengan visum et repertum nomor H 103 atas nama Achmad Yani, kesimpulannya; Pada tubuh mayat terdapat delapan luka tembak masuk di depan dan dua luka tembak masuk di bagian belakang. Diperut terdapat dua buah luka tembak keluar dan di punggung sebuah luka tembak keluar.
- Jenazah dengan visum et repertum nomor H 104 atas nama R Soeprapto, kesimpulan: Pada tubuh mayat terdapat: a. tiga luka tembak masuk di bagian depan. b. delapan luka tembak masuk di bagian belakang. c. tiga luka tembak keluar di bagian depan. d. dua luka tembak keluar di bagian belakang. e. tiga luka tusuk. f. lukaluka dan patah tulang karena kekerasan benda tumpul di bagian kepala dan muka. g. satu luka karena kekerasan benda tumpul dibetis kanan. h. lukaluka dan patah tulang karena kekerasan benda tumpul yang berat sekali di daerah panggul bagian atas paha kanan.
- Jenazah dengan visum et repertum nomor H 105 atas nama MT Haryono, kesimpulan: Pada tubuh mayat terdapat; a. tiga luka tembak masuk di kepala bagian depan. b. satu luka tembak masuk di paha bagian depan. c. satu luka tembak masuk dipantat sebelah kiri. d. dua luka tembak keluar di kepala. f. satu luka tembak keluar di paha kanan bagian belakang. g. luka-luka dan patah tulang karena kekerasan benda tumpul yang berat di kepala, rahang dan tungkai bawah kiri.
- Jenazah dengan visum et repertum nomor H 106 atas nama S Parman, kesimpulan: Pada tubuh mayat terdapat; a. tiga luka tembak masuk di kepala bagian depan. b. satu luka tembak masuk di paha bagian depan. c. satu luka tembak masuk dipantat sebelah kiri. d. dua luka tembak keluar di kepala. e. satu luka tembak keluar di paha kanan bagian belakang. g. luka-luka dan patah tulang karena kekerasan benda tumpul yang berat di kepala, rahang dan tungkai bawah kiri.
- Jenazah dengan visum et repertum nomor H 107 atas nama DI Panjaitan, kesimpulan: Di kepala bagian depan terdapat dua luka tembak masuk. Di kepala belakang terdapat sebuah luka tembak masuk. Di kepala bagian kiri terdapat dua luka tembak keluar. Di punggung tangan kiri terdapat luka iris.
- Jenazah dengan visum et repertum H 108 atas nama Soetojo Siswomihardjo, kesimpulan: Pada tubuh mayat terdapat; a. dua luka tembak masuk di tungkai bawah kanan bagian depan. b. sebuah luka tembak masuk di kepala sebelah kanan yang menuju depan. c. Sebuah luka tembak keluar di betis kanan sebagian tengah. d. sebuah luka tembak keluar di kepala sebelah depan. e. tangan kanan dan tengkorak remuk karena kekerasan benda tumpul yang keras atau yang berat.
- Jenazah dengan visum et repertum nomor H 109 atas nama Pierre Tendean, kesimpulan: Pada mayat terdapat; a. empat luka tembak masuk di bagian belakang. b. dua luka tembak keluar bagian depan. c. luka luka lecet di dahi dan tangan kiri. d. tiga luka ternganga karena kekerasan benda tumpul di bagian kepala.
Evakuasi jenazah enam jenderal dan seorang perwira pertama Angkatan Darat yang dipendam di dalam sumur tua di Lubang Buaya selama hampir empat hari menjadi breaking news di TVRI pada malam hari 4 Oktober 1965. Wartawan TVRI Hendro Subroto merekam evakuasi itu hingga rakyat Indonesia yang selama empat hari diliputi kecemasan mengenai nasib jenderal-jenderal yang diculik itu akhirnya menyaksikan dengan mata kepala melalui televisi betapa biadab pembunuhan yang dilakukan oleh gerombolan pemberontak Gerakan 30 September.