Korupsi

CERPEN AFFAN SAFANI ADHAM

KOKOK ayam mulai warnai bumi. Geliat mentari yang baru terbangun dari mimpi panjangnya, mulai menerangi bumi dan penghuninya.

Tak terkecuali menerangi jiwa dan hati Agung, yang telah terlunta-lunta karena penzaliman yang dilakukan pimpinannya tanpa perikemanusiaan.

Kini, Agung hanya bisa pasrah. Memasrahkan diri dengan status baru sebagai tersangka. Agung hanya bisa memasrahkan diri dengan status barunya sebagai koruptor.

“Semoga Tuhan mengampuni dosaku,” ungkap Agung.

Pagi hari ini semakin siang. Tapi suara Agung amat religi: panjatkan doa-doa kepada Tuhan Yang Maha Pencipta.

“Ya, Allah, ampuni dosa-dosaku dan dosa-dosa pimpinan kami yang telah tersesat dan menyesatkan kami dalam hidup,” kata Agung dengan nada suara yang sangat dalam sambil menengadahkan kedua tangannya.
Kemudian, lanjutnya, “Ampunilah kesalahannya dan luruskan jalan pikirnya ke jalan yang lurus.”
***
Selama ini, Agung yang sehari-hari mengendarai mobil mewah, tidak menyangka bila kesetiaannya kepada pimpinannya harus berbuah pahit.

Sama sekali tidak menyangka dibalik kereligiusan sang pemimpin terselip sebuah kerakusan besar, yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya sebagai bawahan.

Pimpinan Agung selama ini dikenal sebagai orang yang religius. Sederhana dan disiplin dalam bekerja.

“Kesederhanaan ternyata tidak menjamin seseorang akan rakus dan kemaruk akan harta,” batin Agung.

Agung sama sekali tidak menyangka kalau akan terseret dalam masalah besar korupsi di perusahaannya. “Kalau tahu akan begini, aku tak mau dititipi uang yang minta proyek,” keluh Agung.

Matahari kini mulai meredup. Garangnya cahaya matahari seolah-olah bersimpati kepada Agung.

Lihat juga...