Bapa Langit Ibu Bumi

CERPEN A. DJOYO MULYONO

Akan tetapi, rupanya beliau lebih suka untuk tinggal di dalam lingkungan yang justru masih perlu diislamkan, baginya hidup tanpa berbuat apa-apa tidak akan menjadi apa-apa, maka sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang berguna bagi manusia lain. Sehingga sekarang dirinya ingin cepat-cepat bertolak ke tanah Jawa.

“Restu Ibunda berikan kepadamu, Cung (2), sebarkanlah kebaikan ajaran Rasul ini di sana, jadikanlah Bumi Jawa sebagai ladang amalmu kelak.”

“Enggih (ya), Ibu, terima kasih banyak, pandongane (doanya),” salamnya sambil mengaturkan sembah.

Sing ati-ati. (Hati-hati).”
***
Penanggalan Saka menunjuk tahun 1392 (3).

Orang-orang penduduk pesisir itu tampak semakin ramai dengan hiruk pikuk transaksi perdagangan yang dilakukan pribumi, roda ekonomi penduduk pesisir juga semakin membaik, mereka juga sudah dapat memperjual-belikan hasil olahan bumi mereka seperti ikan, terasi rebon dan jenis tangkapan laut lainnya.

Sedangkan di sisi barat dari kediamannya, penduduk yang menyibukkan dirinya untuk mengurus masjid yang juga dulu didirikan olehnya serta rekan-rekan ulama lainnya itu tampak lebih hidup dengan banyaknya masyarakat yang berkunjung dan perawatan yang baik.

Ia senang melihat pemandangan demikian, yang ada di pikirannya sekarang, uwaknya sangatlah hebat, hingga membawa masyarakatnya lebih banyak lagi yang beriman.

Ki Kuwu Cirebon itu memanglah tinggi ilmunya, selain memumpuni ilmu kebatinannya, pasca menjalankan agama Rasul juga dirinya telah pesat mempelajari Al-Qur’an dan kitab-kitab karangan ulama besar lainnya. Maka tak ayal, umurnya yang semakin sepuh, kini saatnya memerlukan bantuan keponakannya yang didatangkan langsung dari negeri Mesir.

Lihat juga...