Bapa Langit Ibu Bumi

CERPEN A. DJOYO MULYONO

“Bagaimana kabar Ibundamu di sana, Cung?”

“Baik, Uwak, Ibunda sehat dengan ayah dan adik Nurullah di sana.” Jawabnya dengan menundukkan pandangan sedikit. “Ibunda juga menitipkan salam, untuk Uwak dan keluarga di Cirebon.”

Enggih.. Syukurlah jika senantiasa sehat semua,”

“Ada tugas penting yang harus kamu jalankan di sini, Cung,” katanya “Juga, ada kabar yang harus kamu mengerti!”

“Jika demikian baiknya, bagaimana yang diperintahkan uwak saja, saya bersedia.”

“Ada beberapa wilayah di pesisir ini, yang masih belum beriman untuk mengikuti ajaran Rasul, semoga Kacung bisa memulainya dari situ, dan juga mengingat penduduk yang mulai banyak selain butuh adanya pemerintahan, Kacung juga sudah barang tentu membutuhkan istri. Oleh karena itu, kelak dengan saya jodohkan bersama anakku, maka seluruh keturunanmu akan mendapati tugas memerintah di wilayah Cirebon ini,” jelasnya singkat dan tak mudah diterima dengan waktu yang cepat.

“Bagaimana, apakah Kacung bersedia?”

Apa yang dikatakan uwak-nya itu bukan mimpi atau kabar burung yang hayal, tetapi nyata dan sedang ditunggu. Dirinya sungguh terkejut dengan apa yang sudah dikatakan uwak-nya, perjalanannya dari negeri Mesir benar-benar tidak terbesit sedikitpun akan dapat perintah semacam itu, tentu bukan masalah mensyiarkan ajaran Rasul yang membuat dirinya keberatan, tapi tawaran perjodohan dirinya dengan sepupunya sendiri itulah yang membingungkan.

Secara Islam, memang tidak dilarang menikah dengan sepupu sendiri, akan tetapi tetap saja memakan pikiran, dan banyak hal yang harus dipertimbangkan, seperti bagaimana nanti tanggapan ibunda mendengar kabar ini, apa yang terjadi kelak ketika semua orang mengetahui dirinya memperistri sepupunya sendiri, bagaimana nanti kelak keturunannya dengan sang sepupu.

Lihat juga...