Bapa Langit Ibu Bumi
CERPEN A. DJOYO MULYONO
Oleh karena itu, demikianlah yang ia sampaikan, “Enggih, Uwak, tapi bolehkah saya meminta waktu untuk memikirkan keputusan ini terlebih dahulu?”
“Silakan,” katanya dengan masih bersila di depannya. “Pertimbangkanlah dengan baik, ini juga demi kepentingan umat, bagaimana kelak memiliki pemimpin dari pemerintahan yang kuat!”
***
Malam ke-40 telah berlalu, sekarang adalah malam terakhir dirinya menahan hawa nafsu untuk bertirakat guna meminta petunjuk kepada Gusti Kang Akarya Jagat untuk memberikan jawaban atau setidaknya perlambang untuk dirinya lebih mantap memutuskan menerima perjodohan itu dengan sepupunya sendiri.
Puasa dengan beberapa zikir, diharapkan mampu mendapatkan petunjuk dari Allah Swt, apakah putri dari uwak-nya itu adalah jodohnya yang sejati? Amalan yang dirapalkan juga diharapkan mampu membawakan perbawa karomah dari Allah yang diturunkan pada dirinya dengan cara yang halus.
Bukan main, rapalan yang ia panjatkan adalah rapalan yang sejati, bagaimana tidak, seperti keputusan akhir, dirinya merapalkan perlambang bagaimana dzat manusia bersumber, Bapa nyatana Langit, Ibu nyatana Bumi (4).
Secercah cahaya matahari yang menerangi tanah menumbuhkan tunas-tunas segala macam jenis tumbuhan dengan nutrisinya, air yang disiramkan dari langit juga dibutuhkan oleh segala jenis tumbuhan guna menghidupi di waktu senja hari.
Sedangkan tanah, menerima itu semua untuk menghasilkan sari, melalui cahaya yang menumbuhkan tumbuhan, air yang menutrisinya hingga membuahkan hasil aneka macam jenis dan ragam hasil bumi untuk manusia nikmati.
Apa yang manusia nikmati dari hasil bumi adalah bentuk dari perwujudan sari tanah, yang merupakan sumber perantara terciptanya manusia di dunia, dari Bapa yang nyatanya Langit, dan Ibu yang nyatanya Bumi adalah bentuk prosesi dari perwujudan manusia.