Mendung Hitam itu Seperti Bayangan Bapak

CERPEN ANAS S. MALO

Setiap ada awan hitam, seperti ada bayangan bapak sedang memukuli ibu. Saat itulah aku mulai gelisah.
Aku berbaring di ranjang, berusaha untuk tidur, tapi tidak bisa.

Terdengar ada suara rintik hujan jatuh ke genteng. Aku terbangun saat air menerobos genteng mengenai rambutku. Hujan sudah turun setelah beberapa saat setelah aku mulai berusaha memejamkan mata.

Mataku terasa sepat dan berat sebab semalam aku belum tidur sama sekali. Aku membuka jendela, melihat angin sedang ribut, petir-petir menggelegar, berkilat-kilat.

Hujan turun dengan deras. Pohon-pohon bergoyang-goyang. Dari jendela, aku teringat kepada guru mengajiku, belasan tahun yang lalu, saat aku dan teman-teman duduk melingkar di surau. Namanya Mbah Karim. Ia bilang jika ada hujan deras dan angin ribut “azanlah.”

Kurang lebih seperti itu. Melihat angin gaduh disertai hujan deras di halaman rumahku, maka aku segera mengais-ngais ingatanku tentang lafaz azan.

Aku mulai azan dengan suara terbatuk-batuk, karena tenggorokanku gatal. Aku melihat awan bergulung-gulung berwarna hitam menggantung di langit. Di tengah-tengah azan, tiba-tiba aku teringat sesuatu.

Saat itulah, suaraku mulai rendah, pikiranku sudah tidak berkonsentrasi lagi. Akhirnya, azan tidak sampai selesai, lalu duduk di amben sambil termangu.

Kemudian kenangan-kenangan pahit terbesit di dalam kepalaku. Hujan mengingatkan aku pada ingatan-ingatan yang seharusnya tak perlu aku ingat. Tiba-tiba, ingatan tentang kematian ibu, tentang bapak muncul tanpa izin.

Aku masih berusia enam tahun saat ibu bunuh diri. Tetapi saat itu, aku tidak percaya sepenuhnya jika kematian ibu karena bunuh diri. Meskipun bukti menunjukkan bahwa di samping ranjang ibu ada racun tikus.

Lihat juga...