Sistem Tumpangsari untungkan petani di lereng Gunung Sumbing
Admin
JAWA TENGAH, Cendana News – Petani di lereng Gunung Sumbing Sukomulyo, Magelang, Jawa Tengah, sejak lima tahun ini menerapkan sistem tumpangsari untuk budi daya cabai, jahe dan alpukat.
Luas lahan tumpangsari cabai, jahe, dan alpukat di desa Sukomulyo, di lereng Gunung Sumbing Magelang itu mencapai 5 hektare.
Kepala Desa Sukomulyo, Ahmat Riyadi mengatakan budi daya alpukat dan jahe di lereng Gunung Sumbing yang sudah berjalan dikelola Kelompok Tani dan Gapoktan Ngudi Rahayu.
Sementara itu Gapoktan Ngudirahayu Desa Sukomulyo Kajoran beranggotan sekitar 25 petani jahe dan palawija.
Menurut Riyadi, semua tanaman itu pun sukses dipanen dan dapat menambah penghasilan para petani.
Menurut Riayadi, untuk berat satu buah alpukat jenis alligator dan mete asal Gunung Sumbing bisa mencapai 8 ons hingga 1 kg. Untuk harga jual alpukat berkisar Rp20.000 sampai Rp25.000 per kilogram.
Untuk tanaman jahe, pada akhir panen kemarin para petani mendapat hasil penjualan hingga Rp150 juta.
“Alpukat kurang lebih dalam satu musim bisa panen 1 ton di lahan ini 2 hektare, dan kalau jahe kurang lebih 10 ton,” ungkapnya.
Ketua Gapoktan Ngudirahayu, Mustofa menambahkan berdasar pengalaman selama 3 tahun pola tumpangsari sangat menguntungkan.
Selain itu lebih praktis dibanding pola tanam konvensional satu jenis komoditas saja.
Menurutnya, tumpangsari juga bisa mengantisipasi kerugian bagi petani. Karena, tanaman sayur mayur harus rutin mengolah lahan setelah panen atau sebelum tanam.
Sementara pada tanaman jahe hanya butuh satu kali mencangkul. Sebab, begitu jahe dipanen langsung sudah jadi lahan lagi yang bisa dimanfaatkan untuk tanaman lainnya.