Luka di Hati Parto

CERPEN JANSEN WILLIAM

Parto berani bertanya hanya kepada Pak Ponirin dan Bang Ujang karena teman seperjuangan sesama penarik ojek motor. Parto menganggap Pak Ponirin dan Bang Ujang bukan sebagai rival. Sedangkan pelayan toko besi usianya masih muda sepantaran dengan Parto.

Dahsyatnya lagi, pelayan toko besi berwajah tampan dan jauh lebih unggul dari wajah Parto yang pas-pasan alias wajah ngedeso. Sampai-sampai, Parto terbakar api cemburu dan menduga-duga pelayan toko besi menyukai gadis penjualan pisang goreng itu.

Parto masih duduk diam di bangku panjang di samping sudut toko besi itu. Parto duduk berlama-lama dengan wajah manyun dan semangatnya raib diterbangkan angin hingga bermil-mil jauhnya. Sementara jarum jam dinding di toko besi menandakan pukul 15.00 WIB siang.

Mentari masih garang bersinar menerpa tubuh Parto. Namun, Parto tak perduli dan tetap duduk diam di bangku panjang sembari pikirannya melayang-layang ke haribaan gadis penjual pisang goreng.

Hari pun beranjak sore. Mentari tak garang lagi bersinar. Biasanya, gadis penjual pisang goreng sudah muncul beraktivitas di sudut toko besi itu. Parto sangat tahu dan sangat paham itu. Sebab Parto sering diam-diam mengamat-amati gadis penjual pisang goreng dari Pangkalan Ojek tempatnya ngetem.

“Mas, saya mau bertanya! Boleh iya, Mas?!” Lelaki muda berwajah tampan tiba-tiba membuyarkan lamunan Parto.

“Bo. Bo. Boleh, Mas!” sahut Parto tergagap-gagap memandangi pemuda tampan itu.

“Gadis yang biasa berjualan pisang goreng di sini ke mana ya, Mas? Sudah seminggu dia tak kelihatan. Apa dia tak berjualan pisang goreng lagi, Mas?” Pertanyaan pemuda berpenampilan necis itu mengagetkan hati Parto yang belum usai merajut lamunannya tentang gadis penjual pisang goreng.

Lihat juga...