Rekonstruksi Peradaban Nusantara: Keempat dari Tujuh Langkah

Oleh: Abdul Rohman

Apalagi dalam iklim multi partai pada era reformasi. Sering dihadapkan tarik ulur berkepanjangan ketika basis politik mayoritas parlemen tidak sejalan dengan presiden terpilih. Tarik ulur antara Presiden dan DPR tentang seuatu kebijakan akan membuat proses pembangunan berlarut-larut.

Adanya GBHN akan mengikat Presiden maupun DPR dalam fokus pembangunan. Pola relasinya relatif terkurangi dari beragam intrik politik yang didasarkan pada like and dislike belaka.

Ketiga, Stabilitas politik dan pemerintahan juga perlu mendudukkan tugas dan fungsi DPR-Presiden sesuai amanat UU. Otoritas eksekutif harus diberikan secara penuh sesuai amanat UU.

Kewenangan DPR sebagai pembentuk undang-undang sebagaimana ketentuan pasal 20 ayat (1) UUD 1945 (amandemen pertama) harus dimaknai dalam keseluruhan ketentuan UUD 1945. Ketentuan pasal tersebut tidak bisa ditafsirkan secara berlebihan dengan memberi hak bagi DPR untuk campur tangan dalam teknis pelaksanaan pemerintahan melebihi kewenangan yang diberikan UUD.

Keempat, percepatan penanganan Korupsi Pejabat dan Elit Politik. Salah satu penyebab terjadinya instabilitas politik dan pemerintahan adalah terkatung-katungnya penanganan korupsi yang menimpa elit politik dan pejabat pemerintah. Akibatnya energi elit politik dan pejabat pemerintah banyak dihabiskan untuk upaya-upaya pelolosan diri dari jeratan hukum sehingga tanggung jawab penyelenggaraan negara terbengkalai. Maraknya fenomena tersebut memerlukan treatment berupa percepatan proses hukum dan pembebasan pihak-pihak yang sedang menjalani proses hukum dari urusan penyelenggaraan negara, hingga kasusnya memperoleh keputusan hukum tetap.

Lihat juga...