Sumur Tua
CERPEN MUHAMMAD THOBRONI
Sebab selain lumut, ada juga semacam tumbuhan yang entah apa namanya. Akarnya menyeruak sebagian. Sebagian menempel gentong karena lembab. Tapi tidak pecah! Bahkan sekadar tanda-tanda mau pecah pun belum tampak.
Yang membuat orang keder sebenarnya cara sepasang Mbah Man minum air dari gentong. Ya, cara mereka minum!! Sudah banyak orang coba ikut meminum air gentong. Siapa tahu bisa ketularan sakti. Mereka pun izin empunya. Dan diizinkan.
“Silakan. Minum saja. Tak ada larangan. Air milik Gusti Allah. Dia yang membuat dan mengirimkan. Bukan kami. Siapapun boleh mengambil. Dengan cara dan kemampuan sendiri. Jangan minta tolong kami. Sebab itu sangat merepotkan kami yang renta!! ”
Begitu selalu jawaban sepasang Mbah Man. Dan orang-orang selalu bingung. Tidak mampu menemukan lubang keluar masuk air dari dan ke gentong. Mereka hanya sering melihat sepasang Mbah Minum dengan cara menempelkan bibir ke dinding gentong! Hanya dengan menyesap dan menyerapnya!
Apakah air meresap dari retakan gentong? Entahlah.
Yang jelas kesaktian sepasang Mbah Man telah tersebar ke delapan penjuru mata angin. Dan diwariskan turun temurun. Menjadi doktrin dan dogma di tengah masyarakat.
Sebab itulah Urip tetap waspada. Sebenarnya dia juga tidak terlalu khawatir. Sebab dalam dirinya juga mengalir darah Aria Wiraraja. Meski terhubung sangat jauh.
Dari jalur selir keturunan yang kesekian generasi. Tapi darah nasab tetap darah nasab. Dia mengalir dalam tubuh seseorang. Tak mungkin dibantah. Tak mungkin diingkari. Meski kadang status demikian jadi berkah. Kadang justru jadi sumber musibah. Menimbulkan kerumitan. Kesulitan. Kerepotan.